Pamekasan, SuaraNet—Peringatan 100 Tahun A.A. Navis oleh UNESCO dimeriahkan Himpunan Mahasiswa Bahasa Indonesia (Himaba) Universitas Madura (Unira) dalam format debat sastra. Dosen Unira yang mempelopori debat sastra, Royyan Julian, menduga bahwa acara yang dihelat kampus tertua di Madura tersebut merupakan peringatan seratus tahun Navis pertama yang diselenggarakan lembaga akademia.
“Debat ini sekaligus dilaksanakan sebagai praktik mahasiwa di mata kuliah kritik sastra,” tukas dosen cum pesastra itu. “Bahkan, peringatan seratus tahun Navis baru akan digelar Balai Bahasa Jawa Timur setelah acara debat ini usai,” tambahnya.
Digelar di Aula Rektorat Unira, Jalan Raya Panglegur km 3,5 pada sabtu (18/05) pukul 08.00 hingga 12.00 WIB, acara tersebut bertajuk “Debat Sastra: Jagat Cerita Robohnya Surau Kami”. Gelar debat tersebut dimoderatori kritikus muda sastra Indonesia, Ikrar Izzul Haq. “Acara debat sastra seperti ini belum pernah saya temukan di kampus mana pun. Menurut saya hal ini perlu dilaksanakan agar kita tahu kekayaan sastra Indonesia,” ucapnya.
Kontestan debat sastra tersebut, yaitu mahasiwa Pendidikan Bahasa Indonesia angkatan 2021 yang terbagi menjadi dua regu. Regu A beranggotakan Fazaraul Farahiyyah A., Istianah Zakiyah, dan Nurul Aini. Sementara itu, regu B terdiri atas Moh. Adek Agustian S., Samroni, dan Wardedy Rosi. Setiap regu bergantian mempresentasikan isi makalahnya selama lima belas menit.
Presentasi regu A menyorot persoalan individual dan sosial berbingkai religiusitas dalam cerpen “Robohnya Surau Kami”. Lain soal dengan regu B yang memperkarakan watak dan perwatakan protagonis-antagonis dalam cerpen legendaris tersebut. Regu B juga menyangkut pautkan pembacaan dekat mereka atas cerpen itu dengan sastra profetik Kuntowijoyo.
Debat sastra berlangsung semarak dan panas. Kedua regu saling menyerang dan mempertahankan argumentasi masing-masing. Ruang yang dihadiri sejumlah dosen dan ratusan mahasiswa tersebut tampak riuh. Para supporter senantiasa memberi dukungan dengan bersorak setiap regu mereka menyerang lawan.
“Saya berharap kampus-kampus lain dan lembaga-lembaga bahasa, sastra, serta budaya di Indonesia turut merayakan seratus tahun Navis agar tahu bahwa kita punya tokoh gokil yang diakui dunia. Semoga acara debat sastra ini juga bisa diselenggarakan lagi tahun depan dalam rangka merayakan seratus tahun Pramoedya Ananta Toer,” pungkas Royyan saat memberi epilog debat sastra.
*) Samroni adalah mahasiswa Pendidikan Bahasa Indonesia Universitas Madura.
Penulis : Samroni