Menemukan Makna di Balik Mahasiswa yang Menunda Lulus Hingga 14 Semester

- Publisher

Senin, 5 Juni 2023

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

foto: Anam Khair setelah melaksanakan ujian skripsi.

foto: Anam Khair setelah melaksanakan ujian skripsi.

SuaraNet, Opini-Saya lulus genap 14 semester di kampus negeri yang berada di kota tempat saya dilahirkan. Dengan ini, saya menjadi mahasiswa yang menghabiskan batas maksimal masa studi S1. Tentu, saya tidak mengatakan ini sebuah pencapaian yang hebat! Dalam sistem pendidikan, lama studi rata-rata adalah 8 semester untuk program sarjana, namun saya juga tidak menyebut ini adalah kegagalan dari perjalanan akademik saya, yang panjang dan sedikit berliku ini.

“Selesaikan apa yang telah kamu mulai!”  Kalimat ini kerapkali mendarat begitu saja pada saya dan mungkin kepada mereka yang tidak kunjung lulus kuliah sampai hampir batas semester yang disediakan kampus, beberapa mahasiswa memang kerap menunda kelulusan karena beragam alasan, misal mengambil cuti karena tidak mampu membayar uang semester, alasan bentrok dengan pekerjaan tertentu, merawat orang tua yang sedang sakit atau beragam alasan lainnya.

Semua alasan itu dapat dibenarkan atau sekedar dimaklumi, tanpa perlu kita menghujani mereka dengan beragam kritik dan makian bahkan kepada mereka yang kita anggap “malas” dengan menyatakan sebagai seorang yang tidak bertanggung jawab atas dirinya sendiri.

Baca Juga  Sikap Masyarakat Pedesaan Terhadap Hidup dan Kehidupan

Ada banyak orang yang tertunda kelulusannya karena malas mengerjakan skripsi, saya akui itu,  entah karena sibuk organisasi atau karena sedang berusaha sembuh dari satu trauma berat yang dialaminya di masa silam.

Sekali lagi apapun alasan mereka menunda atau lebih tepatnya tidak lulus 8 semester, tetap tidak dibenarkan bila harus mencaci mereka dengan beragam hujatan. Jelas, menunda lulus sangat tidak dianjurkan.

Menurut saya, ada dua kemungkinan dalam memberikan penialain kepada mereka yang menunda lulus (lebih dari 8 semester). Yakni, diabaikan, artinya orang tidak peduli mereka lulus atau tidak, dan dicaci karena dinilai buruk. Belum saya temukan ada orang yang mendukung, memuji dan respon positif  kepada orang yang lulus semester 14 seperti saya ini.

Kendati demikian, sebagai mahasiswa yang lulus semester terakhir dan berhasil selesai di gelombang terakhir ini, saya senantiasa berusaha untuk husnudzon kepada meraka yang memutuskan untuk lulus di semester maut ini atau ujung tanduk (dengan pilihan lulus atau DO). Saya memakluminya, bahkan mensupport mahasiswa untuk lulus semester end game ini.

Dukungan tersebut bukan tanpa alasan, setidaknya ada beberapa hal yang membuat saya melakukannya.

Baca Juga  Hujan dan Doa

Pertama. Mengamalkan ajaran Ta’limul Mta’allim

Seperti kita ketahui  bahwa dalam kitab klasik tersebut disampaikan bahwa syarat mencari ilmu ada enam dan salah satunya (yang keenam) adalah Thuuluzzaman atau kalau diterjemah kedalam bahasa inggris Long time yakni, waktu yang panjang di dalam mencari ilmu.

Seperti kita ketahui bersama bahwa nyaris tidak kita temukan seorang ulama yang alim allamah  belajar dan mencari ilmu dalam kurun waktu yang singkat, mereka selalu membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menuntaskan setiap ilmu yang  mereka pelajari.

Sebab ilmu harus dikejar, diperbarui, dikonsumsi dalam kurun waktu yang panjang yang dengan waktu tersebut orang-orang lebih banyak di dalam menerima dan mengkonsumsi, mengalisis serta menyimpulkan kebenaran, ketepatan dalam memahami setiap ilmu yang mereka pelajari.

Dalam kurun waktu yang ada tersebut mereka yang belum lulus bisa membaca ulang mata kuliah dan menambah buku bacaan sebelum mendapat gelar agung akademis berupa sarjana. Sungguh alasan yang sangat mulya.

Berita Terkait

Mengurai Misteri Dana Hibah Jatim: Siapa Dalang di Balik Kerugian Negara?
Intelektual Organik dalam Perjuangan Sosial dan Politik di Indonesia
Konflik Palestina: Ketika Dunia Diam, Rakyat Sipil Harus Bergerak
Drama Posko Pengaduan BSPS: Topeng Kepura-puraan DPRD Sumenep di Tengah Skandal Pokir
Media Sosial dan Perubahan Paradigma Komunikasi
Daulat yang Tergadai: Menyoal Demokrasi dalam Bayang-Bayang Kekuasaan
Potret Pilkada Sumenep: Cerminan Demokrasi Madura
Problematika Gen Z dan Dampak Budaya FOMO

Berita Terkait

Senin, 19 Mei 2025 - 14:44 WIB

Mengurai Misteri Dana Hibah Jatim: Siapa Dalang di Balik Kerugian Negara?

Senin, 28 April 2025 - 00:17 WIB

Intelektual Organik dalam Perjuangan Sosial dan Politik di Indonesia

Rabu, 23 April 2025 - 04:23 WIB

Konflik Palestina: Ketika Dunia Diam, Rakyat Sipil Harus Bergerak

Senin, 21 April 2025 - 03:33 WIB

Drama Posko Pengaduan BSPS: Topeng Kepura-puraan DPRD Sumenep di Tengah Skandal Pokir

Senin, 13 Januari 2025 - 10:42 WIB

Media Sosial dan Perubahan Paradigma Komunikasi

Berita Terbaru