Sepinggan Lilin dan Luka
(Hari jadi Sumenep)
Kau tak benar-benar bahagia
Sebab tubuhmu masih berkecamuk luka
Dari yang nyeri tanpa darah
Sampai perih menjelma nanah
Selamat menggelar usia baru,
Tanggal-tanggalmu yang berlarian ke dimensi waktu
Mungkin sedang membangunkan doa-doa pendahulu
Untuk menyembuhkan segala pedih yang menggerutu
Korek api menyulut lilin hari jadi
Selebihnya membakar tubuhmu sendiri
Perlahan menjalar semakin nyala
Sampai luka-luka itu tercabik makin nyata
Pinggan itu sekarang tampak penuh
Sekaligus memberimu pilihan utuh
Ingin meniup lilin hari jadi
Atau meniup lukamu yang makin nyeri?
Pamekasan, 30 Oktober 2021
Manuskrip Pesisir Sumenep
Di sudut-sudut kemarau,
Ikan-ikan menjauhi bayangannya sendiri
Menuju takdir yang dirapalkan nelayan
Menuju Tuhan untuk memberikan salam
Sementara pesisir tak lagi ramah
Jalang-jalang mecipta tumbal kematian
Menyiapkan luka untuk kesekian
Sekaligus menggali lubang sebagai kuburan
Doa-doa sesepuh redup dalam degup
Tangisan derita tak membuat hatinya kuyup
Hingga pesisir sekarang tak lagi perawan
Ia hanya bertuan, namun tak bertuhan
Pamekasan, 30 Oktober 2021
Edhina Akabin
Ihwal wajahmu yang tak pernah kuncup
Selalu berserabut dalam kenangan yang kuyup
Tuhan juga tak benar-benar merestuimu
Sebagai cinta yang kuanggap suci lebih dulu
Doa-doa di dadaku pun mengering
Sejak kemarau di matamu kembali menguning
Bahkan, aku belum sempat mengemas segala candu
Meski kerap tubuh diketuk tangan-tangan rindu
Bayangan itu pupus nyaris tanpa pamit
Sebelum kemudian detik merangkulku pada kenangan paling pahit
Tentang kau yang tak bisa melanjutkan puisiku
Dan tak pernah ditakdirkan bertemu restu
Pamekasan, 17 September 2021
Rapsodi
Kita tertegun dalam kaidah yang sama
Bahwa cinta tak selalu karam dalam luka
Kau dan aku pun selalu berjanji
Tak akan jadi sepasang asing hingga nanti
Harap kita rapal dalam-dalam
Sambil melayangkan doa secara samar
Sehingga keabsahan cinta yang dicipta
Hanya disaksikan Tuhan dan kita
Aku pun meminta singgah di bibirmu
Mencari dasar-dasar kata, lalu kupadatkan menjadi aksara
Aksara yang mengantarkan kita pada abadi
Hingga tua bukan alasan untuk berhenti
Kemarau dan hujan bergantian meniarapi janji
Tentang tangan Tuhan yang selalu membina hati
Hingga takdir benar-benar ditafsiri
Sebagai kebahagiaan paling hakiki
Pamekasan, 30 Oktober 2021
Puisi Apa yang Akan Kutulis?
Bingung mengepung segala murung
Merekahi mata letih serta linglung
Entah bagaimana dan apa
Yang akan kutulis sebagai risalah
Malam yang ranum membasahi sekujur pena
Pun diksiku terperangkap dalam lelah
Aku mengukur kantukku sendiri
Bahkan ia pun tak peduli kodrat kopi
Kertas sementara menata gelap
Tak ada kata yang dimakan lahap
Tetap putih, bagai ubin sama persis
Puisi apa yang akan kutulis?
Pikiranku liar menyetubuhi khayal
Ke sana-ke mari tanpa sesal
Sebab ini bukan hanya soal kata
Namun juga tentang wajahnya yang terus saja singgah
Pamekasan, 30 Oktober 2021
Aqil Husein Almanuri adalah Mahasiswa Hukum Keluarga Islam IAIN Madura. Saat ini Aktif di Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Activita. Menulis di beberapa media (baik cetak atau online), di antaranya: Tamanakal.com, Surau.id, Radar Madura, Radar Banyuwangi, NUOnline, Koran Analisa Medan, Pesantren.id, Harakatuna, Santri Jatim news, dll. Sementara masih suka menulis non-fiksi (opini, artikel, esai).