SuaraNet – Nikah dini, sebuah fenomena yang kerap menimbulkan kontroversi di masyarakat. Di satu sisi, ada kehendak agama yang menekankan pentingnya menikah sejak dini untuk menjaga kesucian diri dan menghindari perbuatan zina.
Di sisi lain, ada kehendak orang tua yang mungkin lebih memperhatikan aspek sosial, ekonomi, dan pendidikan dalam menentukan waktu yang tepat untuk menikah bagi anak-anak mereka.
Namun, dalam konteks hukum keluarga Islam, kedua kehendak ini seharusnya tidak bertentangan. Hukum Islam menekankan pentingnya memperhatikan kesiapan fisik, mental, dan ekonomi sebelum menikah. Oleh karena itu, seorang individu yang belum siap secara fisik, mental, atau ekonomi untuk menikah seharusnya tidak dipaksa untuk melakukannya, meskipun ada tekanan dari orang tua atau masyarakat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dalam hal ini, mahasiswa hukum keluarga Islam memiliki peran yang sangat penting. Mereka harus mampu memberikan pemahaman yang benar tentang hukum Islam kepada masyarakat, termasuk tentang nikah dini. Mereka juga harus mampu memberikan solusi yang bijak dan adil dalam menyelesaikan konflik antara kehendak agama dan kehendak orang tua dalam konteks nikah dini.
Sebagai mahasiswa hukum keluarga Islam, kita harus memahami bahwa hukum Islam adalah hukum yang adil dan bijaksana. Oleh karena itu, kita harus mampu memberikan solusi yang adil dan bijaksana dalam menyelesaikan konflik antara kehendak agama dan kehendak orang tua dalam konteks nikah dini.
Dalam Al-Qur’an, Surah An-Nisa (4:19) disebutkan “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghalangi harta-harta (anak-anak) perempuan kamu dari (mendapatkan) nikah, apabila kamu mengetahui bahwa mereka mempunyai kebaikan. Dan janganlah kamu mengawini mereka dengan (tujuan) memperoleh harta mereka dengan cara yang tidak patut, walaupun kamu menyukainya. Dan berilah mereka maskawinnya (dengan secukupnya), sebagai orang yang berkelakuan baik, maka jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu dengan lapang dada dan senang hati.”
Begitupun disebutkan dalam Hadis Riwayat Abu Hurairah (HR. Bukhari dan Muslim): “Apabila datang kepada kalian orang yang kalian ridhai agamanya dan akhlaknya, maka nikahkanlah dia. Jika tidak, maka akan terjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan yang besar.”
Dari beberapa perspektif ilmuwan Barat juga memberikan pandangan relevan dengan topik ini
Jean Piaget, Seorang psikolog Swiss yang terkenal dengan teori perkembangan kognitif anak. Menurut Piaget, anak-anak pada usia dini masih dalam tahap operasi konkret, di mana mereka cenderung memahami dunia secara konkret dan tidak abstrak. Oleh karena itu, menurut Piaget, anak-anak pada usia dini mungkin belum siap secara kognitif untuk memahami konsep pernikahan dan tanggung jawab yang terkait dengannya.
Lawrence Kohlberg, Seorang psikolog yang terkenal dengan teori perkembangan moral. Menurut Kohlberg, pada usia dini, anak-anak masih dalam tahap prekonvensional, di mana mereka cenderung memahami moralitas berdasarkan hukuman dan imbalan. Oleh karena itu, menurut Kohlberg, anak-anak pada usia dini mungkin belum siap secara moral untuk menikah dan menghadapi tanggung jawab yang terkait dengannya.
Dari beberapa perspektif di atas, dapat dilihat bahwa anak-anak pada usia dini mungkin belum siap secara kognitif, psikososial, dan moral untuk menikah dan menghadapi tanggung jawab yang terkait dengannya. Oleh karena itu, dalam konteks nikah dini, kehendak agama dan kehendak orang tua seharusnya memperhatikan kesiapan individu secara holistik, termasuk kesiapan kognitif, psikososial, dan moral.
Solusi yang sesuai dengan hukum keluarga Islam dan hukum peradilan dalam bangsa Indonesia adalah dengan memperhatikan kesiapan fisik, mental, dan ekonomi individu sebelum menikah. Jika seorang individu belum siap secara fisik, mental, atau ekonomi untuk menikah, maka seharusnya tidak dipaksa untuk melakukannya, meskipun ada tekanan dari orang tua atau masyarakat.
Dalam hal ini, hukum keluarga Islam dan hukum peradilan dalam bangsa Indonesia menekankan pentingnya memperhatikan kesejahteraan individu dan memastikan bahwa keputusan untuk menikah didasarkan pada kesiapan yang matang dan bukan karena tekanan dari pihak lain.
Penulis : Khairul Umam
Editor : Fahrur Rozi