Potret Pilkada Sumenep: Cerminan Demokrasi Madura

- Publisher

Minggu, 8 Desember 2024

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Dok. Moh. Wasil Haqqullah - Mahasiswa Hukum Tata Negara di IAIN Madura

Dok. Moh. Wasil Haqqullah - Mahasiswa Hukum Tata Negara di IAIN Madura

SuaraNet – Mahasiswa Hukum Tata Negara di IAIN Madura berbicara tentang Demokrasi tentunya tidak boleh melupakan pradigma dari Abraham Lincoln yang menyatakan “Dari Rakyat, Oleh Rakyat, Untuk Rakyat”.

Sebab penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia menganut dogma pemikiran Abraham Lincoln, Indonesia dalam manuskrip perjalanan pemerintahan sudah mengalami empat perubahan mengenai sistem Demokrasi: Pertama Demokrasi Konstitusional, Kedua Demokrasi Terpimpin, Ketiga Demokrasi Pancasila, dan era yang paling fundamental Demokrasi Reformasi pada tahun 1998.

Demokrasi Reformasi di tahun 1998 merupakan legetimasi kekuasaan rakyat pertama kali melawan kekuasaan pemerintahan Soeharto di masa itu, rakyat kuat dan mengakar di setiap stake holder wilayah yang ada di Indonesia dapat menurunkan jabatan Soeharto sebagai Pemimpin otoriter & pemerintah yang terpusat kepada Soeharto.

Sistem Demokrasi dalam Pilkada
Sistem Demokrasi dalam Pemilihan Kepala Daerah, konstitusi mengatur tentang mekanisme pemilihan, tercantum di Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 bahwa “bahwa penyelenggaran pemilihan Pilkada baik pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota diselenggarakan secara Demokrasi”, maka dalam hal ini menurut saya akomudasi pemilihan Pilkada harus diselenggarakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Titik Singgung Pilkada di Sumenep
Pilkada tahun 2024 di Kabupaten Sumenep merespon beberapa catatan Demokrasi bagi kabupaten lain yang ada di Madura, sebab jika dilihat Perpu No. 1 Tahun 2014 Pasal 1 ayat (4) “Calon Bupati dan calon Walikota diusulkan oleh partai politik gabungan partai politik, atau per-seorangan yang mendaftar di Komisi Pemilihan Umum.” Pada kontestasi pemilihan Pilkada di Kabupaten Sumenep terdapat dua paslon atas penetapan KPU-Sumenep, paslon nomor urut 1: KH. Ali Fikri — KH. Muh. Unais Ali Hisyam, paslon nomor urut 2: Achmad Fauzi Wongsojudo — KH. Imam Hasyim. Kedua kontestan Pilkada di Sumenep sama sama didukung oleh kekuatan partai politik yang ada, namun yang menjadi catatan buruk Demokrasi Paslon Nomor urut satu hanya di usung oleh dua partai politik; PPP, PSI. Sedangkan paslon nomor urut dua di usung oleh 9 gabungan partai politik (koalisi gemuk): PDI-P, Gerindra, PAN, PKS, Partai Demokrat, PKB, PBB, & Partai Hanura.

Baca Juga  Menangkal Overclaim: Peran Edukasi dalam Meningkatkan Kecerdasan Konsumen

Dalam hal ini kabupaten Sumenep sebagai sentralisasi kekuatan Demokrasi partai politik vs Demokrasi legitimasi kehendak rakyat menjadikan kedua paslon tidak ber-kontestasi secara sehat dalam penyelenggaran Pilkada. Menurut saya, nuansa Demokrasi haruslah sesuai dengan kehendak rakyat bukan sesuai dengan keinginian nuansa Oligarki yang bergabung dengan kekuatan partai politik besar. Di Sumenep penyelenggaraan Pilkada menjadi tidak bersih dengan kekuatan koalisi gemuk Partai Politik yang memenangkan Paslon nomor urut 2 melawan Demokrasi Rakyat Paslon nomor urut 1, Acmad Fauzi pada kenyataannya merupakan Paslon Incumbent Petahana (masih memegang jabatan pada Bupati di Sumenep), ini menjadi tidak adanya akuntabilitas dalam pemilihan.

Incumbent Petahana Paslon Nomer Dua
Dalam Peraturan Perundang-Undangan sah-sah saja paslon Incumbent Petahana dengan catatan menyesuaikan dengan Perpu No. 1 Tahun 2014 Pasal 7 huruf (q) tidak memiliki konflik kepentingan dengan Petahana. Hal serupa akan terjadi pada Pilkada di Sumenep sebab Koalisi Parpol gemuk besar dengan senada akan ikut serta dalam intervensi penyelenggaraan Pilkada di Sumenep. Sehingga paslon nomor urut 1 menjadi kalah dalam proses pemilihan. Adagium hukum menyatakan Vox Populi Vox Dei “suara rakyat adalah suara Tuhan” maka rakyat di Sumenep dalam pilkada mencoba merobohkan kekuatan Oligarki yang sedang terjadi. Partisipasi politik di Negara Demokrasi secara umum menggambarkan kesadaran masyarakat dalam proses pemilihan pemimpin.

Baca Juga  Mental Health, Hustle Culture, dan Cara Gen Z Bertahan

Partisipasi Politik
Berbicara tentang partisapasi politik dalam pemilihan, zaman dahulu partisipasi politik hanya terfokus kepada Partai Politik. Namun sejalan dengan perkembangan zaman partisipasi politik bergeser dari kehendak langsung oleh rakyat dengan sebutan (new social movement) gerakan ini cikal bakal tidak percayanya masyarakat kepada kekuasaan partai politik, masyrakat menjadi holding sektor dan peran utama dalam menyalurkan perumusan kebijakan publik seperti proses pemilihan agar lebih efektif. Maka dalam konteks ini keadaan demokrasi pilkada di sumenep paslon nomor urut satu merupakan buah gagasan masyarakat atas ketidakpercayaannya kepada partai politik.

Samuel P. Huntington misalnya mengatakan “Partisipasi Politik New Social Movement warga secara pribadi bermaksud untuk mempengaruhi legitimasi kekuasaan, baik secara sporatis atau spontan”. Gerakan social order Politik akan menjadi titik singgung dan catatan bagi kabupaten lain yang ada di Madura supaya penyelenggaraan pemilihan sesuai dengan kehendak rakyat bukan semata atas faktor kepentingan elite politik.

Pilkada di Sumenep harus dijadikan bahan edukasi dan kiblat pilkada bagi Kabupaten yang lain dalam pemilihan tahun-tahun berikutnya, agar nestapa ketidakpercayaan kepada kaum marginal atas bisa dirobohkan dengan kekuatan masyarakat yang partisipatif di Pemilihan.
Bagaimana Demokrasi Bekerja?
Demokrasi akan bekerja secara maksimal dalam proses pemilihan pemimpin di daerah masing-masing.

Baca Juga  Gagal Maju dan Sukseskan Diri, Iri Termasuk Hambatan Serius, Ini Buktinya

Itulah sebabnya dalam Pilkada jembatan awal Demokrasi dilihat bagaiamana suara rakyat dalam memilih orang yang akan diberikan kekuasaan (power). Pilkada di Sumenep dalam aspek Demokrasi sudah berjalan secara masif oleh masyarakat tanpa gerakan dari koalisi Parpol gemuk, dan hal itu membuktikan hasil suara Paslon Nomer urut satu mendapatkan suara 249,597 suara, Paslon Nomer urut dua mendapatkan 379,858 suara.

*) Moh. Wasil Haqqullah – Mahasiswa Hukum Tata Negara di IAIN Madura

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi SuaraNet.id

Penulis : Moh. Wasil Haqqullah

Editor : Mosdalifah

Berita Terkait

Media Sosial dan Perubahan Paradigma Komunikasi
Daulat yang Tergadai: Menyoal Demokrasi dalam Bayang-Bayang Kekuasaan
Problematika Gen Z dan Dampak Budaya FOMO
Mental Health, Hustle Culture, dan Cara Gen Z Bertahan
Menangkal Overclaim: Peran Edukasi dalam Meningkatkan Kecerdasan Konsumen
Keranjang Belanja yang Berlubang, Mengapa Data Kita Mudah Bocor di E-commerce?
3 Srikandi Berebut Kursi Gubernur Jawa Timur
Tuhan di Era Logika: Apakah Kita Masih Butuh Bukti?

Berita Terkait

Senin, 13 Januari 2025 - 10:42 WIB

Media Sosial dan Perubahan Paradigma Komunikasi

Rabu, 8 Januari 2025 - 19:47 WIB

Daulat yang Tergadai: Menyoal Demokrasi dalam Bayang-Bayang Kekuasaan

Minggu, 8 Desember 2024 - 12:30 WIB

Potret Pilkada Sumenep: Cerminan Demokrasi Madura

Kamis, 5 Desember 2024 - 12:36 WIB

Problematika Gen Z dan Dampak Budaya FOMO

Senin, 2 Desember 2024 - 13:44 WIB

Mental Health, Hustle Culture, dan Cara Gen Z Bertahan

Berita Terbaru

Berita

Tradisi Penyambutan Kapolres Baru di Polres Pamekasan

Sabtu, 18 Jan 2025 - 12:15 WIB

Gambar: Pinteres

Lifestyle

7 Rahasia Kecil yang Akan Mengubah Hidup Anda Selamanya!

Jumat, 17 Jan 2025 - 12:34 WIB

Nasional

Ditanya Soal Pertemuan Prabowo-Megawati, begini Respon Jokowi

Kamis, 16 Jan 2025 - 19:11 WIB