Pekarangan
Di hamparan batu-batu tubuhku tandas
Setiap kepergian dan kepulangan menyimpan rahasianya sendiri
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kepala dipenuhi kegilaan saban waktu
Setiap ingatan terurai berbenih kenang
Sedang tanah berganti kelamin
Tak menumbuhkan apa-apa
Termasuk juga cinta.
Pamekasan, 2021.
Suatu waktu
Suatu waktu ingin kusinggahi lagi suaramu
Agar tak selalu kebingungan mencari jalan
Dan membuat hidup semakin bimbang
Ingatanku terhirup angin malam
Ia terkapar di selaksa ruang rumit
Dimana segala kejanggalan menjadi Satu; kau dan aku terjebak di situ.
Berapa jarak antara kehidupan dan kematian
“satu kedipan mata” katamu.
kita sama-sama mencari sesuatu yang hilang
dari waktu, tubuh, dan hari-hari kita yang lain
lalu apa lagi,
seluruh gerak atas izinnya
bahkan degub senyum dari dadamu
yang meretakkan seluruh ingatan dalam kepalaku itu; pun juga.
Kuhirup wangi samsara di sini
Dari purwa jalan-jalan yang menuju pada entah
Di gemuruh dadaku,
Ada yang mengganjil
Tapi aku tak mengerti
Apakah ini cinta
Atau air mata.
Pamekasan 2021
Di Sudut Cafe
Tidakkah kau menyadari kekasih
Orang-orang sedang sibuk mengungsikan mata dan telinganya
Sedang kita saling bertukar cerita
Tentang luka-luka masa lalu.
Di sudut ini hanya kita berdua
Tak ada kopi ataupun teh
Hanya meja yang berantakan
puntung rokok, tembakau
Juga pisang keju yang kau bawa
Dengan itu kekasih,
Aku terus teringat akan jalan panjang yang dihunus dalam puisi
serta sejarah yang dicatat dari runcing jarimu.
Di sudut cafe ini tidakkah kau sadari
Gagap mataku yang terus menuju
(padamu).
Pamekasan, 2021.
Insomnia
Mengingatmu adalah perkelahian panjang dan rumit
Sebab pada riak matamu yang tajam itu
Setiap lelaki berebut pusaka.
Suatu waktu
Kau berdesakan dalam mimpiku
Di bawah sadar, di bawah igau
Setiap tanya hanya menemui tanya yang lain.
Sedang di sini,
Segala harap diremuk malam diganyang sakit.
Pamekasan, 2021.
Komposisi Pagi
Pagi adalah renyuh kopi
Juga kepul asap yang beringsut
Dari sisa bakar ranting dan daun di halaman.
Pagi adalah ibu yang menyapu peluh ayah
Hasrat yang cemas
Pada cekcok kecil yang romantis.
Pagi adalah aku
Bentuk lain dari segala pikir
Yang perlu dikuduskan.
Pamekasan, 2021.
Lakon hujan
Di puncak musim hujan yang pucat
Kau dan aku kembali menghembus nyala
Menyemai dingin di kening.
Di pundak para kekasih
Rindu yang kalap kembali ternganga.
Tak ada mimpi yang benar-benar tidur
Saat ia menghitung kenang di langit-langit kamar.
Rindu memukul keras kepalaku
Mencari ia yang menggaib
Ingatan yang purba
Sebuah kecupan yang terlipat di tepi ranjang
Tangisan sendu juga guratan batin yang menidurkan mimpi buruk.
Hari-hariku jadi dingin
Seperti malam yang lekat di bibirmu.
Pamekasan, 2020.
Sesudah Tanah Basah
Selalu ada sebab pada tiap tanah yang basah
Setiap harumnya selalu mencatat kenang
Tak terkecuali luka-luka yang lebur di desah hujan.
Pada takdir kami diam
Tapi selalu bertanya-tanya
Apakah waktu bisa dilipat dan segala kenangan
bisa dilupakan dengan cuma-cuma.
tapi kami selalu menyeka setiap ucapan
membuka jalan sendiri
membersihkan dan merawatnya sebagai harapan
sebagai ramalan di hari depan.
selalu ada sebab pada setiap tanah yang basah
setiap beceknya selalu menyimpan rahasia
tak terkecuali luka-luka yang tercecer di sepanjang jalan.
(jalan pulang antara kelahiran dan kematian).
Sumenep, 2021.