SINGGAH DARI satu kuburan ke kuburan lain adalah sejenis katarsis. Efeknya barangkali nyaris sama dengan ketika kita keluar dari gedung teater setelah menikmati drama tragedi. Tak ada air mata. Sebab kita sudah tahu bahwa hidup disusun oleh antinomi: bahagia dan lara. Bukankah itu salah satu motif ziarah?
Kuburan bisa jadi merupakan referensi paling baka dari kematian. Di tengah-tengah pandemi, mengunjungi dan menulis kuburan menemukan relevansinya. Virus memang belum tentu membunuh kita. Namun, di hadapan kuburan, kita dipaksa menerawang masa depan yang hampir pasti: ajal.
Kisah-kisah berbasis kuburan dalam buku ini merupakan catatan perjalanan di Kabupaten Musi Rawas Utara (Sumatera Selatan) dalam rangka menunaikan program Sastrawan Berkarya ke Wilayah 3T yang ditaja Badan Bahasa.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Selengkapnya klik Ziarah ke Hati yang Tahir