Masa Kecil dan Pendidikan
Willibrordus Surendra Broto Rendra, atau yang dikenal sebagai W.S. Rendra, lahir di Solo pada tanggal 7 November 1935. Ayahnya, R. Cyprianus Sugeng Brotoatmodjo, adalah seorang guru bahasa Indonesia dan bahasa Jawa di sekolah Katolik, Solo, di samping sebagai dramawan tradisional; sedangkan ibunya, Raden Ayu Catharina Ismadillah, adalah seorang penari srimpi di Keraton Surakarta Hadiningrat.
Rendra menempuh pendidikan di TK Marsudirini, Yayasan Kanisius, dan SD s.d. SMA Katolik, SMA Pangudi Luhur Santo Yosef, Solo (tamat pada tahun 1955). Kemudian, dia melanjutkan studi di Jurusan Sastra Inggris, Fakultas Sastra dan Kebudayaan, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Pada tahun 1964, Rendra mendapatkan beasiswa American Academy of Dramatic Arts (AADA) dan menimba ilmu di New York selama tiga tahun.
Karier dan Karya
Rendra sudah mulai menulis puisi dan karya sastra lainnya sejak masa remajanya. Pada tahun 1952, puisinya dimuat di Majalah Siasat untuk pertama kalinya. Sejak saat itu, karyanya menghiasi berbagai media massa dan mengantarkannya ke puncak kejayaan sebagai penyair ternama.
Rendra dikenal dengan gaya puisinya yang unik dan penuh semangat. Ia sering mengangkat tema-tema sosial dan politik dalam karyanya, dan tak jarang pula menggunakan humor dan satir untuk menyampaikan kritiknya. Beberapa puisi ternamanya antara lain “Ballada Orang-Orang Tercinta”, “Blues untuk Bonnie”, dan “Sajak-Sajak Sepatu Tua”.
Selain sebagai penyair, Rendra juga merupakan seorang dramawan yang ulung. Ia mendirikan Bengkel Teater di Yogyakarta pada tahun 1967 dan menghasilkan banyak karya drama monumental, seperti “Orang-Orang Biasa”, “Sekda”, dan “Mastodon dan Burung Kondor”. Karya-karyanya tak hanya dipentaskan di Indonesia, tetapi juga di berbagai negara di dunia.
Rendra juga dikenal sebagai seorang pemeran dan sutradara teater yang handal. Ia sering tampil dalam pementasan drama dan film, dan juga menyutradarai beberapa pertunjukan teater yang sukses.
Penghargaan dan Prestasi
Sepanjang karirnya, Rendra telah menerima berbagai penghargaan dan prestasi, baik di tingkat nasional maupun internasional. Beberapa penghargaan bergengsi yang diraihnya antara lain:
- Hadiah Sastra Nasional (1988)
- SEA Write Award (1986)
- Fukuoka Asian Culture Prize (1995)
- Prince Claus Award (2000)
Wafat dan Warisan
W.S. Rendra wafat pada tanggal 6 Agustus 2009 di Kota Depok, Jawa Barat. Kepergiannya meninggalkan duka mendalam bagi dunia seni Indonesia.
Rendra telah meninggalkan warisan yang luar biasa bagi dunia seni Indonesia. Karya-karyanya yang penuh makna dan semangat terus menginspirasi banyak orang hingga saat ini. Ia tak hanya dikenang sebagai penyair dan dramawan ternama, tetapi juga sebagai sosok yang berani menyuarakan kritik dan memperjuangkan keadilan melalui karyanya.
Julukan “Si Burung Merak”
W.S. Rendra mendapat julukan “Si Burung Merak” karena beberapa alasan. Pertama, ia dikenal dengan gaya penampilannya yang flamboyan dan penuh warna, seperti burung merak. Kedua, karyanya penuh dengan variasi dan keindahan, seperti bulu burung merak yang berkilauan. Ketiga, ia memiliki suara yang lantang dan merdu, seperti kicauan burung merak.
W.S. Rendra adalah salah satu tokoh seni Indonesia yang paling berpengaruh. Karyanya telah menginspirasi banyak orang dan memberikan kontribusi besar bagi perkembangan seni dan budaya Indonesia. Ia akan selalu dikenang sebagai “Si Burung Merak” yang menggema di langit seni Indonesia.