Labuhanbatu – Rektorat Universitas Alwasliyah Labuhanbatu, Sumatera Utara, dilaporkan ke Kejati Sumut atas tuduhan pungutan liar (pungli) terhadap penerima bantuan Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah di universitas tersebut. Tim dari Kejati Sumut sudah melakukan pemeriksaan awal dan saat ini sedang mendalami kasus tersebut.
“Benar ada dilakukan klarifikasi (pemeriksaan awal). Dalam kegiatan pengumpulan bahan dan keterangan,” kata Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejatisu, Yos Arnold Tarigan, Jumat (24/2/2023).
Dalam pemeriksaan itu, Yos mengatakan rektorat membantah tuduhan pungli, tersebut. Namun bantahan itu tidak serta-merta menggugurkan tuduhan sehingga Kejatisu memilih untuk lebih mendalami keterangan dari para korban.
“Itu tidak diakui adanya seperti laporan. Untuk itu tim melakukan pengembangan ke mahasiswa-mahasiswa. Dalam laporan disebutkan (korbannya) ada 200 mahasiswa,” lanjutnya.
Yos menambahkan pemeriksaan atas pihak rektorat Universitas Alwasliyah Labuhanbatu masih akan dilakukan kedepannya. Pemeriksaan itu katanya akan dilaksanakan secepatnya.
“Pastinya ada dan on proses akan berlanjut. Secepatnya. Apakah benar (tuduhan pungli itu), kita lihat proses yang ada,” jelasnya.
Sejauh ini pemeriksaan terhadap para korban, telah dilakukan kepada 25 mahasiswa. Pemeriksan ini dilakukan di gedung milik Kejari Labuhanbatu pada Rabu (15/2) pekan lalu.
Sementara pemeriksaan terhadap pihak rektorat dilakukan kepada Rektor Basyalrul Ulya beserta beberapa bawahannya. Pemeriksaan ini dilakukan beberapa hari sebelum pemeriksaan terhadap para mahasiswa
Terpisah seorang mahasiswa yang mengaku menjadi korban pungli tersebut, M (19) mengatakan pungli yang dialaminya terjadi pada bulan Januari tahun 2022 silam. Ketika itu dia diminta menyetor uang sebesar Rp 3,1 juta sesaat setelah melakukan pencairan bantuan biaya hidup sebesar Rp 4,8 Juta, untuk pertama kalinya.
“Pencairannya ini kan waktunya ditentukan kampus. Kami dibagi-bagi per kelompok misalnya 10 orang untuk hari ini, 10 untuk besok dan begitu seterusnya. Karena itu kan jadi mudah mengontrolnya. Makanya itu kami pun diminta balik lagi ke kampus setelah pencairan. Di situlah kami disuruh nyetor uang yang Rp 3,1 Juta itu,” katanya.
Dia mengatakan alasan pihak rektorat terhadap uang setoran itu adalah biaya pendampingan dan biaya monev (monitoring dan evaluasi) dalam proses pengurusan bantuan KIP Kuliah tersebut. Menurutnya untuk angkatan 2021 ada 230 mahasiswa penerima bantuan KIP Kuliah dimana seluruh nya diminta membayar setoran Rp 3,1 Juta tersebut.
M mengatakan sejauh ini dirinya sudah tiga kali mendapatkan bantuan biaya hidup sebesar Rp 4,8 Juta itu. Bantuan itu diberikan pada setiap semester nya dan dikirimkan ke rekening milik mahasiswa yang bersangkutan.
Untuk bantuan yang kedua dia mengaku tidak dimintai lagi setoran oleh pihak rektorat. Namun banyak temannya yang masih harus menyetor bahkan terus berlanjut sampai sekarang.
“Jadi untuk yang kedua, saya dengar teman-teman yang sudah cair ada yang kembali dikutip oleh pihak kampus. Karena itu sebelum jadwal pencairan saya keluar, kutipan ini saya beritahukan ke PB Alwasliyah di Jakarta, saya kirim melalui surat, karena itu untuk yang kedua dan ketiga saya tidak dikutip lagi,” sambung M.
Namun akibat tindakannya tersebut, M mengatakan dirinya mendapat teguran dari pihak kampus dan diminta untuk membuat video klarifikasi bantahan. Permintaan itu katanya tidak dipenuhinya.
Upaya konfirmasi ke pihak rektorat Universitas Alwasliyah Labuhanbatu, sudah dilakukan. Namun Rektor Univa Labuhanbatu, Basarul Ulya maupun Wakil Rektor II, Faliqulisbakh Miftah tidak menjawab pertanyaan yang diajukan.