Jakarta, SuaraNet – Pada Rabu (27/3/2024), Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang perdana untuk menangani perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (PHPU Presiden) Tahun 2024. Sidang ini dilaksanakan di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta. Perkara ini diajukan oleh Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Nomor Urut 01, Anies Rasyid Baswedan dan Muhaimin Iskandar (Paslon 01), terhadap Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Nomor 360 Tahun 2024 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota Secara Nasional dalam Pemilihan Umum Tahun 2024.
Sidang perdana ini berfokus pada pemeriksaan pendahuluan dan penyampaian permohonan dari pihak Pemohon. Sidang dipimpin oleh Ketua MK Suhartoyo, dengan didampingi tujuh hakim konstitusi lainnya. Anies mengungkapkan bahwa Pemilihan Presiden 2024 tidak berjalan secara bebas, jujur, dan adil. Muhaimin, pasangan Anies, juga hadir dalam persidangan.
Salah satu pokok permohonan yang disampaikan oleh kuasa hukum Pemohon, Bambang Widjojanto, adalah bahwa hasil penghitungan suara untuk Paslon 02, yaitu Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, diperoleh melalui cara yang melanggar asas pemilu dan prinsip penyelenggaraan pemilu yang bebas, jujur, dan adil. Bambang menyatakan bahwa terdapat berbagai modus kejahatan terhadap konstitusi dan cara-cara curang yang dilakukan Presiden Jokowi untuk mendukung Paslon 02. Menurutnya, hal ini melibatkan intervensi kekuasaan, nepotisme, pengangkatan penjabat kepala daerah yang digunakan untuk mengarahkan pilihan, keterlibatan aparat negara, pengerahan kepala desa, undangan presiden kepada ketua umum partai politik koalisi di Istana, intervensi ke MK, penyalahgunaan bantuan sosial (bansos), kenaikan gaji dan tunjangan penyelenggara pemilu, serta berbagai kecurangan lainnya.
Bambang juga menjelaskan bahwa terdapat pelanggaran prosedur, seperti manipulasi daftar pemilih tetap (DPT), surat suara yang tercoblos pada Paslon 02, pengurangan suara Pemohon, politik uang, mencoblos lebih dari satu kali, tempat pemungutan suara (TPS) yang mencurigakan, serta kecurangan yang dilakukan oleh KPU melalui sistem teknologi informasi dan Sirekap (Sistem Informasi Rekapitulasi).
Selain itu, Pemohon juga berpendapat bahwa KPU secara tidak sah dan melanggar hukum menerima pencalonan Paslon 02, terutama terkait dengan usia Cawapres Gibran saat mendaftar yang tidak memenuhi syarat sesuai dengan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 19 Tahun 2023 tentang Pencalonan Peserta Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden. Pemohon berpendapat bahwa KPU menerima dan memverifikasi berkas pendaftaran Gibran sebagai bakal cawapres tanpa merevisi terlebih dahulu PKPU 19/2023 setelah Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 mengenai persyaratan batas usia calon presiden dan calon wakil presiden.