Jakarta, SuaraNet– Gibran Rakabuming Raka, Wali Kota Solo, dikritik karena tidak memiliki pengalaman di dunia politik dan pemerintahan. Kritik tersebut muncul setelah Gibran dideklarasikan sebagai calon wakil presiden Prabowo Subianto pada pemilihan umum 2024.
Gibran merupakan sosok yang relatif baru di dunia politik. Hanya dalam kurun waktu dua tahun, ia meniti karier politik dengan sebagai Wali Kota Solo yang baru. Sebelumnya, Gibran pernah menjabat sebagai Ketua Karang Taruna Kota Surakarta.
Kritik terkait kurangnya pengalaman Gibran di dunia politik dan pemerintahan disampaikan oleh berbagai pihak, termasuk para pakar politik dan pengamat politik.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Pakar politik dari Universitas Indonesia, Ujang Komarudin, mengatakan bahwa penunjukan Gibran sebagai calon wakil presiden merupakan langkah yang berisiko. Ujang mengatakan bahwa Gibran belum memiliki pengalaman yang cukup untuk menjadi pemimpin di tingkat nasional.
“Ini merupakan langkah yang berisiko,” kata Ujang.
Pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada, Muradi, mengatakan bahwa penunjukan Gibran sebagai calon wakil presiden merupakan langkah yang pragmatis. Muradi mengatakan bahwa Prabowo Subianto ingin meraih suara milenial dengan menunjuk Gibran sebagai calon wakil presiden.
“Prabowo ingin meraih suara milenial dengan menunjuk Gibran sebagai calon wakil presiden. Ini merupakan langkah yang pragmatis,” kata Muradi.
Gibran sendiri belum memberikan tanggapan terkait kritik yang dialamatkan kepadanya. Namun, Gibran pernah mengatakan bahwa dia siap untuk menjadi calon wakil presiden.
“Saya siap menjadi calon wakil presiden. Saya akan bekerja keras untuk memenangkan pemilihan umum,” kata Gibran.
Berikut adalah beberapa kritik yang dialamatkan kepada Gibran Rakabuming Raka terkait kurangnya pengalaman:
- Gibran belum memiliki pengalaman yang cukup untuk menjadi pemimpin di tingkat nasional.
- Gibran belum memiliki pengalaman di dunia pemerintahan.
- Gibran belum memiliki pengalaman di dunia politik.
- Gibran merupakan sosok yang pragmatis.
Kritik-kritik tersebut dapat menjadi tantangan bagi Gibran dalam upayanya meraih suara pemilih. Namun, Gibran juga memiliki potensi untuk menarik suara milenial, yang merupakan kelompok pemilih terbesar di Indonesia.