Jalan Menuju Batang-Batang: Puisi-puisi Aqil Husein Almanuri

- Publisher

Selasa, 3 Januari 2023

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Foto: Aqil Husein Almanuri

Foto: Aqil Husein Almanuri

Jalan Menuju Batang-Batang

Malam adalah waktu perjumpaan

Antara dingin dan sekujur tubuh pejalan

Yang meringkuk hening di sepanjang kening

Di belukar rindu, terlelap sebuah ringkih angin

Bahkan pantai Lombang tak kuasa melumat rasa

Cemara adalah kesetiaan yang tak pernah menyesali temu

Di Gapura, aku menyusun jiwa menjadi ketulusan

Melewati persimpangan batang-batang, tempat hatimu mengesakan Tuhan

Jalanan berkelok, segala sepi mengurung diri

Hanya aku yang tabah melewati setiap meter keheningan

Untuk membawakan segala cinta yang membuncah

Dalam debar dadaku ketika mengeja landai alismu

Sumenep, 2022

 

Hujan di Tubuh Ibu

Aku tak pernah menemukan kemarau

Di tubuhmu, tak ada lahan tandus

Kecuali hujan yang beranak-pinak

Menciptakan basah, untuk jiwaku yang kerontang

Demikian hujanmu bertandang

Cara terbaik memulangkan resah

Bulir yang jatuh berkali-kali

Merapal doa di segala penjuru sunyi

Sumenep, 2022

 

Bersepeda

Kau pun mecumbui segala senyum, ayah

Roda sepeda berputar landai, membesuk beribu gigil jalanan

Sedangkan aku dan kamu menceritakan pagi

Baca Juga  Live Painting Eros Van Yasa Meriahkan Anniversary 1 Tahun Swarapuan

Yang dengan romantis merakit memoar malam

Tak ada isak bebatuan yang terdengar

Atau duka dari dedaunan di masalalu

Kita hanya menyaksikan embun mendengkur

Dan camar-camar menggelar ritual syukur

“Pagi masih perawan, nak.

Para pecundang belum menghisapnya, hingar-bingar belum terdengar,

tubuhnya masih ranum, seranum wajah ibumu,” katamu sambil mengeja arah

Sejauh 800 meter kita beranjak dari tubuh ibu

Yang sejak pagi buta telah menyiapkan kami kedamaian

Perempuan yang ayah cintai segenap hati

Wanita tempat aku memulangkan rintih

Sumenep, 2022

 

Sebuah Cermin

Aku membaca tubuhku sendiri, sekujur

Sebelum Tuhan menjemputnya pulang

Kupastikan tak ada lagi luka yang basah

Di setiap lekuknya, aku menanamkan doa

Cermin begitu mahir memantulkan kenangan

Yang sejak lama kurapikan betul di dada

Usia kian bertunas sebelum kematian

Lekuk keriput di wajah adalah takdir yang niscaya

Sumenep, 2022

 

Dini Hari

Garis diameter purnama, manakah yang lebih dekat dari Tuhan?

Sebab aku adalah pecundang yang belajar tabah

Meski rintih dada berkali-kali menjadi hujan air mata

Baca Juga  Jejak Sang Burung Merak W.S. Rendra

Namun ciuman sajadah dan keningku adalah memoar paling indah

Sumenep, 2022

*) Penulis adalah Aqil Husein Almanuri–Hamba Tuhan yang melankolis

 

 

 

 

Berita Terkait

Festival Sastra-Sains Sivitas Kotheka ke-4 Menggali Roman-Roman Ekstraterestrial
Sajak-sajak WS Rendra
Jejak Sang Burung Merak W.S. Rendra
Ziarah ke Hati yang Tahir – Royyan Julian
Menumpas Burung-Burung Palsu Harper Lee
Perjalanan Memikat dan Penuh Misteri Novel Murder on the Orient Express
Menjelajahi Kejayaan dan Kehancuran dalam Novel Klasik ‘The Great Gatsby
Sajak-sajak Nyoman Trisna Dewi
Tag :

Berita Terkait

Sabtu, 10 Agustus 2024 - 17:21 WIB

Festival Sastra-Sains Sivitas Kotheka ke-4 Menggali Roman-Roman Ekstraterestrial

Minggu, 18 Februari 2024 - 07:46 WIB

Sajak-sajak WS Rendra

Selasa, 6 Februari 2024 - 09:30 WIB

Jejak Sang Burung Merak W.S. Rendra

Rabu, 18 Oktober 2023 - 20:42 WIB

Ziarah ke Hati yang Tahir – Royyan Julian

Senin, 16 Oktober 2023 - 16:54 WIB

Menumpas Burung-Burung Palsu Harper Lee

Berita Terbaru

Berita

Prabowo Siapkan Inpres Baru untuk Perbaikan Jalan Daerah

Jumat, 18 Apr 2025 - 02:09 WIB