Negeri Sementara
Berapa lama lagi sandiwara bodong ini berakhir?
Perihal demokrasi yang sempit
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Mengintip dari rumput bawah sudah dijegal
atap negeri yang penuh ruas kosong
menyekat rakyat, dan masih dikucilkan
Apa kabar pangan dan kekayaan?
Tak ada kearifan yang berbau cemerlang
Sementara aksi aksi sudah berkibar
Namun hanya sekedar menjadi simbolis peringatan
Kita hanya kambing hitam
Lalu keadilan mana yang perlu digandrungkan
suara tuhan saja tak pernah direkam
Sementara nasib negeri yang goyah
Kulihat dagu Kartini sudah menunduk
Menjadi saksi perjuangannya yang pupus sebelum menjadi berlian
Sumenep, 21 Juli 2021
Satire Serdadu
Banyak kepala yang dekat dengan bibirnya.
Tanpa terukur jarak
ia menelanjangi bibir anak tuhan yang lain
Banyak selera disergap dan dimuntahkan sendiri
Padahal muntahnya adalah kenestapaan
Seperti ucapnya yang kadaluarsa
Ada yang banjir
Tapi ia masih berbagi
Tiba tiba menjadi relawan pemulung publik
Belajarlah menuai arti
Menolak sesat adalah kebijaksanaan
Tak ada yang lebih berharga selain harga diri
Reputasi bukan penyeruan
Dan tak pantas di undikan
Diam-diam cinta
Aku ingin mencintaimu dengan bijaksana
Seperti korelasi tanah dan bunga
Aku mengagumimu dengan seluruh hidupku
Jikalau ada diantara satupun manusia lain berusaha membuatmu bahagia, aku adalah rodanya
Dan jikalau aku yang terlalu melangitkan pinta dan harapan, itu adalah sebuah konsukuensi yang pasti kuterima
Semua tentang hidup tertulis dalam sajak tak bermakna ini
Walau hanya bisa bahagia dalam tirai diri
Tak ada yang lebih sakit dari wajahnya yang dibanjiri tangis dan tak ada yang lebih agung dari setiap bibit senyumnya
Jangan sampai..
Setiap cerita patah dalam jiwamu, seperti pertemuan singkat ujung Oktober dan November.
Pamekasan, 30 Oktober 2022
*)Fahrur Rozi – Program Studi Tadris Bahasa Indonesia IAIN Madura.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi suaranet.id