Surabaya – Keputusan PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur Tbk (Bank Jatim) menunjuk mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2019-2024, H Nurul Ghufron, sebagai Komisaris Independen dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPS LB) yang digelar di kantor pusat Bank Jatim, Surabaya, Kamis (22/5/2025), menuai reaksi keras dari kalangan aktivis anti korupsi di Jawa Timur.
Musfiq, aktivis yang tergabung dalam Jaringan Kawal Jawa Timur (Jaka Jatim), secara terbuka menyatakan kecurigaannya terhadap penunjukan tersebut, menduga adanya ‘misi terselubung’ di balik langkah ini.
RUPS LB Bank Jatim yang diselenggarakan pada Kamis siang tersebut mengumumkan sejumlah perubahan signifikan dalam jajaran pengurus perseroan. Selain Nurul Ghufron, dua nama lain, Adi Sulistyowati dan Asri Agung Putra, juga ditetapkan sebagai Komisaris Independen. Adi Sulistyowati bahkan didapuk sebagai Komisaris Utama Independen. Sementara itu, Adhy Karyono mengisi posisi Komisaris.
Di jajaran direksi, pucuk pimpinan Bank Jatim kini dipegang oleh Winardi Legowo sebagai Direktur Utama, dengan Arief Wicaksono mendampingi sebagai Wakil Direktur Utama.
Posisi Direktur Bisnis Mikro, Ritel & Usaha Syariah dijabat oleh Tonny Prasetyo, Direktur Kepatuhan diemban oleh Umi Rodiyah, Direktur Keuangan, Treasury & Global Service dipercayakan kepada Wahyukusumo Wisnubroto, Direktur Bisnis Menengah, Korporasi & Jaringan diisi oleh Arif Suhirman, Direktur IT Digital & Operasional dipegang Wiweko Probojakti, dan Wioga Adhiarma Aji menjabat sebagai Direktur Manajemen Resiko.
Akan tetapi, perhatian utama justru mengarah ke penambahan jumlah komisaris dan direksi secara signifikan.

Musfiq mengungkapkan keheranannya atas keputusan Gubernur Jawa Timur selaku pemegang saham pengendali yang menambah jumlah komisaris dari tiga menjadi enam orang, serta menambah jumlah direksi dari tujuh menjadi delapan orang.
“Jajaran komisaris di PT. Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur semakin tidak masuk akal, dimana Gubernur Jawa Timur mengangkat sebanyak 6 komisaris yang sebelumnya 3 komisaris dan mengangkat 8 direksi yang sebelumnya 7,” ujar Musfiq kepada awak media usai mendengar pengumuman hasil RUPS LB.
Menurutnya, langkah ini justru kontraproduktif dengan semangat untuk memperbaiki tata kelola Bank Jatim yang selama ini dikenal rentan terhadap praktik korupsi.
“Ini mencedrai nilai keseriusan untuk memperbaiki Bank Jatim yang selama ini diterpa korupsi yang berkepanjangan, kami berharap ada perampingan di tubuh Bank Jatim ini bukan justru menambah jabatan yang tidak jelas hanya untuk buang-buang anggaran negara,” tegasnya.
Lebih lanjut, Musfiq Secara khusus menggarisbawahi masuknya nama Nurul Ghufron dalam jajaran komisaris. Ia mempertanyakan relevansi seorang mantan pimpinan lembaga antirasuah menduduki posisi pengawas di sebuah bank daerah, terlebih di tengah maraknya kasus korupsi besar yang sedang ditangani KPK di Jawa Timur.
Kasus-kasus yang ia sebutkan antara lain dugaan korupsi Dana Hibah, kasus yang melibatkan internal Bank Jatim sendiri, serta kasus dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) di Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur.
“Polimik saat ini juga dengan masuknya Nurul Ghufron di Komisaris Bank Jatim di RUPS kemarin tanggal 22 Mei 2025. Nurul Ghufron mantan Pimpinan KPK 2019-2024, jangan-jangan ini ada misi terselubung dimana Jawa Timur hari diterpa kasus korupsi yang besar ditangani KPK seperti Dana Hinah selama ini, ditambah Kasus Bank Jatim dan kasus dana BOS di Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur.
Masuknya Nurul Ghufron dipertanyakan apakah memang titipan atau dengan dalih minta pengamanan, kami anggap NG sebagai tokoh nasional tidak relevan menduduki jabatan tersebut,” tandas Musfiq.