SuaraNet, Jakarta – PT Adaro Energy Indonesia Tbk (Perseroan) Selenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RAPAT) 2023 yang berlangsung di The St. Regis Jakarta pada Jumat (12/23).
Diketahui saat tengah-tengah agenda, sejumlah pemilik saham protes rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batu Bara baru, yang akan dibangun di Kalimantan Utara.
Dugaan protes penolakan pembangunan PLTU batu bara ini viral hingga menjadi perhatian publik terkait dampak krisis iklim yang bisa saja terjadi.
Dalam video singkat yang diunggah oleh akun Instagram @greenpeaceid, memperlihatkan 2 pria yang sedang protes dengan membawa poster untuk tolak pembangunan PLTU batu bara.
“Sudah tahu cuaca makin panas dan krisis iklim makin gawat bukannya serius transisi energi, eh ini malah berencana bikin PLTU Batubara baru. ayo dong Adaro stop bikin bencana iklim lebih parah, dengarkan kata pemegang saham, jangan lagi berinvestasi pada kehancuran. Kalian yang kaya, masyarakat yang mendapat bencana,” bebernya.
“Satu miliar orang akan terancam oleh krisis iklim akibat PLTU Batu Bara! Stop pembangunan PLTU Batu Bara baru!,” lanjutnya.
Kemudian saat pria berbaju batik cokelat itu berhasil diseret keluar, muncul pria lain yang membawa spanduk bertuliskan ‘Stop Pembangunan PLTU Batu Bara Baru’ sambil ikut berteriak menyuarakan hal yang sama.
Pria tersebut juga berteriak, di depan ruang rapat di hadapan para direksi.
“Stop pembangunan PLTU Batu Bara baru. Adaro ingin membangun PLTU Batu Bara baru, karena batu bara adalah penyebab utama krisis iklim yang mengancam masa depan kita, yang mengancam masa depan saya, masa depan rakyat,” ujarnya.
Menurut Rahka Susanto, Juru Kampanye Media Greenpeace Indonesia, alih-alih melakukan transisi energi agar iklim semakin baik, Adaro justru melenggangkan penggunaan energi kotor batu bara untuk membangun PLTU baru, hingga PLTU tersebut dibangun guna menyuplai energi pada smelter alumunium baru mereka.
“Namun pembangunan PLTU Batu Bara baru hanya akan menambah buruk dampak krisis iklim yang tengah terjadi serta dapat mencemari lingkungan dan mencederai komitmen Indonesia dala proses transisi energi,” pungkasnya.