Nelayan Jumiang Pilih Cari Kerang Saat Cuaca Buruk

- Publisher

Rabu, 12 Oktober 2022

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Kito, sala satu nelayan Jumiang, Pademawu, Pamekasan sedang mengorek pasir, mencari cemis (sejenis kerang ukuran kecil dan tipis) 
Foto : Gafur Abdullah

Kito, sala satu nelayan Jumiang, Pademawu, Pamekasan sedang mengorek pasir, mencari cemis (sejenis kerang ukuran kecil dan tipis) Foto : Gafur Abdullah

SUARANET, PAMEKASAN-Gelombang laut berkejaran cepat di Pantai Jumiang sore itu. Ibu-ibu berkerudung ungu sibuk melayani pembeli camilan di pintu masuk. Ban motor yang saya kendarai sedikit masuk ke dalam tumpukan pasir. Air laut agak keruh.

Berangsek ke sebelah barat, terdapat bekas reruntuhan dan terlihat bekas abrasi di sepanjang bibir pantai. Di sebelah barat ada puluhan pohon cemara berjejer, yang sebagian tegak berdiri dan sebagian roboh. Ada juga sisa potongan dan bonggol pohon terdampar.

Di bibir pantai, ada sejumlah anak kecil dan sejumlah orang dewasa terlihat dalam posisi duduk jongkok dengan tangan mengorek hamparan pasir. Karena penasaran, saya menyambangi sejumlah anak kecil dan dua ibu-ibu yang di dekatnya ada botol bekas berisi biota laut, berupa kerang tipis serta kecil. Tangan kanan mereka sibuk mengorek pasir dengan sendok makan. Saya berjalan ke arah mereka berada. Diperhatikan, mereka sedang asyik mencari dan mengumpulkan sesuatu.

“Mapolong cemis, Mas,” jawab singkat, Khotimah, salah satu dari ibu-ibu yang mencari hewan kecil dan tipis itu.

Dia menambahkan, cemis biasa dikumpulkan oleh nelayan setempat dan keluarganya saat tidak melaut karena cuaca buruk.

“Ini dimakan, Mas. Enak. Ini sejenis kerang juga. Tapi memang kecil ukurannya,” beber Khotimah.

Khotimah melanjutkan pencarian cemis. Tangan kanannya mengorek pasir dengan sendok makan yang terbuat dari besi. Sesekali, tangan kirinya mengambil cemis dari bongkahan dangkal pasir dan memasukkan ke dalam botol air mineral ukuran sedang.

Di sudut lain, ada laki-laki dan perempuan paruh baya serta anak dan anak kecil usia PAUD. Mereka adalah Kito, Samiati, dan cucunya, Putri.

“Nyarè cemis, Lè’. Pon sapolo arè ta’ majâng polana ombâ’ rajâ. Bhârât padâ bâdâ nèka. (Mencari cemis, Dik. Sudah sepuluh hari tidak melaut karena ombak besar. Angin kencang juga ini,” tutur Kito belum lama ini.

Kito bercerita, mencari cemis di pantai itu biasa dilakukan ketika kegiatan melaut terhenti sebab cuaca tidak mendukung. Selain itu, mencari biota kecil itu adalah salah satu aktivitas untuk mengisi waktu kosong. “Daripada gak ngapa-ngapain. Cemis ini bisa jadi rupiah juga meskipun tak seberapa,” tambahnya.

Baca Juga  Membanggakan, Pemkab Pamekasan Raih Penghargaan dari Kemenkominfo RI

Dalam mencari cemis saat itu, katanya, sengaja mengajak istri dan cucunya. Dengan demikian, cemis akan lebih banyak yang terkumpul.

“Ini saya sama istri dan cucu. Mereka sengaja diajak. Jadi cemis yang dikumpulkan lumayan banyak. Apalagi cucu saya senang kalau diajak mencari cemis ini,” ujar Kito.

Menurut Kito, tidak semua nelayan di sekitar pantai Jumiang mencari cemis ketika cuaca sedang buruk. Ada juga yang memilih untuk memancing di bekas tambak ikan teri. Tapi ada juga yang memilih untuk diam diri di rumah masing-masing.

Kito membeberkan, curah hujan di daerahnya rendah. Selama musim ini terhitung dua kali hujan agak deras. Selebihnya, hanya gerimis. “Ya, kasihan juga petani di sekitar sini. Jarang hujan. Padi banyak yang kurang air. Sementara kami yang di pinggir laut itu gak bisa bertani alias hanya mengandalkan melaut. Tapi ketika cuaca seperti ini, kami urungkan niat untuk ke laut. Takut juga, Mas,” beber pria 61 tahun itu.

Sementara itu, Samiati mengatakan, cemis itu dimanfaatkan sebagai campuran bahan sekaligus menambah citarasa pembuatan rengginang. “Rasanya seperti Lorjuk, Mas. Harga rengginang yang dicampurkan cemis ini lumayan lebih tinggi daripada rengginang biasa,” ungkapnya sembari memasukkan cemis ke dalam botol bekas yang sedikit berisi air.

Dalam laman indonesia.go.id dijelaskan, lorjuk ini adalah hewan laut sejenis kerang. Dan kerang ini hanya hidup di pantai di Pulau Madura. Ukuran kerang ini juga sangat kecil hanya dengan panjang dua sampai tiga sentimeter saja.

Untuk bisa mendapatkan kerang ini harus menunggu air surut. Pantai habitat dari Lorjuk ini juga sedikit berlumpur. Lorjuk ini suka bersembunyi dan untuk mengambulnya harus menggunakan linggis dan menggali.

Baca Juga  Aksi Demonstrasi GMPB Desak Kejari Pamekasan Serius Tangani Kasus Korupsi

“Cara lain yang digunakan untuk mendapatkan lorjuk ini adalah dengan menggunakan garam, atau batu gamping yang membuat Lorjuk akan muncul ke Permukaan dengan sendirinya,” penjelasan tambahan dalam laman tersebut.

Dalam journal.trunojoyo.ac.id atau jurnal kelautan artikel berjudul Hungan Panjang Berat Lorjuk : Di Perairan Pantai Selatan Madura. Artikel itu ditulis oleh Indah Wahyuni Abida , Eva Ari Wahyuni, dan Mahfud Efendy dari Program Studi Ilmu Kelautan, Universitas Trunojoyo Madura dan Program Studi Pendidikan IPA, Universitas Trunojoyo Madura.

Dalam artikel tersebut, dijelaskan bahwa keberadaan kerang pisau atau yang lebih dikenal di Pulau Madura dengan istilah Lorjuk (Solen spp), merupakan komoditas unggulan di pulau ini.

“Kerang ini merupakan bahan dasar dan tambahan bagi beberapa jenis makanan khas Madura seperti Lorjuk goreng, rengginang Lorjuk, kacang Lorjuk maupun Campur Lorjuk,” petikan pemanfaatan lorjuk dalam artikel tersebut.

Samiati bilang, mencari cemis pun demikian. Hanya saja, mencari lorjuk harus menggunakan linggis dengan cara menancapkannya sedalam 5-10 sentimeter. Sedang mencari cemis bisa menggunakan sendok makan yang terbuat dari besi dengan cara dikorek. Tapi bisa juga dengan sebilah bambu atau alat mudah lainnya.

Cemis bisa dimakan sendiri, jelas Samati, dengan syarat harus direbus selama kurang lebih 15-20 menit. Tidak hanya itu, cemis bisa juga dijadikan lauk bersama nasi dan bisa dijadikan tambahan campur kuah.

“Rasanya lezat. Tapi isinya kecil dan tipis. Ada juga yang menjual cemis. Tapi sedikit, tidak banyak yang menjual. Kalau saya sendiri, ya dimakan sama nasi dan dicampur rengginang, Mas,” jelasnya.

Berdasarkan ciri-cirinya, cemis yang dicari dan dikumpulkan oleh sebagian nalayan sekitar Pantai Jumiang beserta keluarganya ini adalah kerang kepah.

Morton. B menjelaskan kerang kepah ini dalam buku The Biology and Funtional ot The Souteast Asian Mangrove Bivalve Polymesoda (Geloina) erosa (Solander, 1976) Bivalve: Corciculidae, From Indo-Pasific Mangrove Asian Marine Biology.

Baca Juga  Ditanya Soal Hiburan, Paslon BERBAKTI Tegaskan Dukung Pelaku Seni di Pamekasan

Menurutnya, kerang tipis bernama ilmiah Polymesoda erosa merupakan salah satu jenis moluska dalam kelas bivalvia yang banyak dijumpai di hutan mangrove Indo-Pasifik Barat.

Sementara dalam referensi lain tentang cemis ini, Supriyantini E., Widowati I, dan Ambriyanto menulis artikel berjudul Kandungan Asam Lemak Omega-3 (Asam Linolenat) pada kerang Totok Polymesoda erosa yang Diberi Pakan Tetraselmis chuii dan Skeletonema costatum, J. Ilmu Kelautan.

Dalam penelitian itu dijelaskan bahwa penduduk lokal Kalimantan Barat mengenal Polymesoda erosa dengan sebutan kerang kepah. Kerang kepah biasanya dikonsumsi oleh masyarakat karena memiliki kandungan nutrisi yang sangat baik pada dagingnya diantaranya yaitu protein yang tinggi dan asam lemak omega-3 (asam linolenat).

Saya terus mengikuti Kito dan Samiati ke mana mereka bergerak, membantu mencari cemis dengan alat seadanya, bekas cangkang ukuran kerang sedang. Selain karena penasaran, setidaknya bisa membantu Kito dan Samiati mengumpulkan cemis.

“Meski suami terkendala melaut hingga beberapa hari, kami tidak mencari cemis tiap hari. Jadi berselang satu hari. Satu hari ke sini cari cemis, sehari istirahat dan makan seadanya di rumah. Ya, kadang suami sendiri, kadang saya ikut,” tambah Samiati.

Dia menjelaskan, harus menunggu air surut untuk mencari cemis. Karena ketika air sedang pasang, cemis sulit ditemukan. Karena ukuran yang kecil dan jumlahnya yang sedikit, ungkapnya, tidak banyak yang dikumpulkan selama mencari dari siang sampai sore hari. Samiati bercerita, selama waktu itu hanya bisa mengumpulkan cemis sebotol air mineral penuh ukuran sedang.

“Kami biasa mencari cemis dari habis duhur sampai asar lewat sedikit. Sekitar pukul 4 sore lewat beberapa menit kami pulang. Jadi mau penuh atau tidak, botol seukuran ini, kami pulang karena harus shalat asar dan harus mempersiapkan makan malam suami dan anak,” tutur Samiati.

Berita Terkait

Prabowo Siapkan Inpres Baru untuk Perbaikan Jalan Daerah
Jaka Jatim Geruduk Bank Jatim, Desak Tangkap Dalang Kredit Fiktif Rp 569,4 Miliar
Beasiswa Indonesia Bangkit 2025 Sudah Dibuka, Begini Cara Daftarnya!
Anggaran Rp1,7 Miliar, Jalan Desa Terabaikan, Warga Sana Laok Tewas di Perjalanan
DPP FKMSB Periode 2025-2027 Dilantik, Gagas Gerakan Spirit Mengabdi
Titiek Puspa Meninggal Dunia, Begini Kronologinya
Fantastis! DPRD Sumenep Gelontorkan Rp 775 Juta untuk Belanja Seragam
Dear Jatim Korda Sumenep Tebar Kebaikan Ramadan dengan Ratusan Takjil Gratis

Berita Terkait

Jumat, 18 April 2025 - 02:09 WIB

Prabowo Siapkan Inpres Baru untuk Perbaikan Jalan Daerah

Selasa, 15 April 2025 - 12:49 WIB

Jaka Jatim Geruduk Bank Jatim, Desak Tangkap Dalang Kredit Fiktif Rp 569,4 Miliar

Senin, 14 April 2025 - 22:02 WIB

Beasiswa Indonesia Bangkit 2025 Sudah Dibuka, Begini Cara Daftarnya!

Minggu, 13 April 2025 - 20:19 WIB

Anggaran Rp1,7 Miliar, Jalan Desa Terabaikan, Warga Sana Laok Tewas di Perjalanan

Kamis, 10 April 2025 - 17:31 WIB

Titiek Puspa Meninggal Dunia, Begini Kronologinya

Berita Terbaru

Berita

Prabowo Siapkan Inpres Baru untuk Perbaikan Jalan Daerah

Jumat, 18 Apr 2025 - 02:09 WIB