Pamekasan, SuaraNet – Ratusan kader Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Madura menggelar unjuk rasa di depan kantor Rektorat, Rabu (11/12) pagi.
Aksi tersebut dilakukan untuk menuntut penyelesaian kasus dugaan penipuan pembayaran Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang menimpa 23 mahasiswa dan kasus pencurian sepeda motor di lingkungan kampus.
Demonstrasi berlangsung alot. Massa berulang kali terlibat kericuhan karena pimpinan kampus dinilai tidak memberikan tanggapan yang memuaskan. Koordinator aksi, Mohammed Vecky, menegaskan bahwa kasus penipuan UKT ini bukanlah persoalan sederhana.
“Pelaku ini pasti bukan orang sembarangan, sebab 23 korban yang membayar UKT lewat pelaku tetap bisa login ke sistem *Simpadu* dan mengikuti perkuliahan sebagai mahasiswa aktif,” ungkap Vecky.
Vecky juga mencurigai adanya keterlibatan oknum pejabat kampus.
“Melihat sistem perkuliahan yang ada, mahasiswa yang tercatat aktif tentu sudah melewati proses pembayaran resmi. Ini tidak mungkin terjadi tanpa pelanggaran prosedur,” tambahnya.
Bahkan, menurut Vecky, pelaku sempat mengungkapkan adanya keterlibatan pihak internal kampus.
“Kami menduga pihak IAIN Madura terlibat. Sistem perkuliahan di IAIN Madura itu aman, sehingga kemungkinan peretasan sangat kecil. Namun pelaku sendiri membocorkan adanya keterlibatan pihak dalam. Hal ini harus diungkap tuntas,” tegasnya.
Ketua Komisariat PMII IAIN Madura, Nailur Rahman, menegaskan komitmen organisasinya untuk mendampingi para korban, baik yang terkait kasus penipuan UKT maupun pencurian sepeda motor di kampus.
“Dua kasus ini menjadi perhatian kami karena mencerminkan kelalaian kampus dalam melindungi mahasiswa. Kami mendesak pihak IAIN Madura untuk bertanggung jawab,” ujarnya.
PMII juga berencana melaporkan kasus ini ke aparat penegak hukum.
“Kami akan mengawal kasus ini hingga tuntas, termasuk mendalami dugaan keterlibatan oknum pejabat IAIN Madura,” tambah Nailur.
Terkait kebijakan Rektor yang meminta 23 mahasiswa membayar kembali UKT dan mencutikan 6 mahasiswa yang menolak, Nailur menyebut langkah tersebut sebagai keputusan blunder.
“Bagaimanapun, korban penipuan harus dilindungi, bukan dirugikan lagi. Kebijakan mencutikan 6 mahasiswa korban adalah blunder dan tidak berdasar,” tegasnya.
Wakil Rektor 3 IAIN Madura, Mohammad Ali Al Humaidy, menyatakan pihak kampus belum memastikan adanya keterlibatan oknum internal dalam kasus ini.
“Saya juga bingung siapa pejabat yang dimaksud. Hal ini baru akan jelas setelah pelaku utama, Birril dan Migdad, dipanggil untuk memberikan klarifikasi,” katanya.
Ketua Kode Etik IAIN Madura, Moh. Hafid Effendy, menjelaskan bahwa pihaknya masih menelaah kasus ini.
“Kami belum menjatuhkan sanksi. Memang ada kebijakan menonaktifkan 6 mahasiswa yang menolak membayar lagi, tetapi itu karena prosedur pembayaran kepada negara harus jelas,” paparnya.
Karena tuntutan mereka tidak terpenuhi, ratusan mahasiswa memblokade pintu masuk IAIN Madura. Mereka menyatakan akan bertahan hingga pihak kampus memenuhi tuntutan dan bertanggung jawab atas kasus yang terjadi.
Penulis : Mosdalifah
Editor : Anam Khair