Jakarta, SuaraNet– Peretas Bjorka kembali muncul dengan klaim ancaman terhadap sistem keamanan dua bank besar di Indonesia, Bank Central Asia (BCA) dan Bank Syariah Indonesia (BSI). Melalui unggahannya di platform X pada Rabu (5/2), Bjorka memperingatkan kemungkinan kebocoran data besar-besaran jika pihak perbankan tidak segera merespons.
“Sebuah kejutan bagi bank-bank di Indonesia, jika tidak merespons hal ini maka, Bank BCA akan mengalami pembobolan [data] besar-besaran,” tulis Bjorka.
Ia juga menyebut bahwa kelompok ransomware diduga tengah mengincar BCA dan BSI, serta kemungkinan bank lainnya di Indonesia.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Menanggapi hal tersebut, pihak BCA dan BSI memastikan bahwa sistem keamanan mereka tetap terjaga dan tidak ada kebocoran data.
EVP Corporate Communication & Social Responsibility BCA, Hera F. Haryn, dalam keterangannya menegaskan bahwa informasi mengenai kebocoran data nasabah tidak benar.
“Sehubungan dengan informasi di media sosial yang mengklaim adanya data nasabah BCA yang tersebar, kami sampaikan bahwa informasi tersebut tidak benar,” ujar Hera.
Ia juga menambahkan bahwa BCA terus memperkuat sistem keamanannya dengan berbagai strategi dan standar keamanan berlapis untuk memastikan perlindungan data dan transaksi digital nasabah.
Hal serupa disampaikan oleh SVP Corporate Secretary BSI, Wisnu Sunandar, yang membantah klaim Bjorka terkait kebocoran data nasabah.
“Kami menegaskan bahwa informasi tersebut tidak benar. Saat ini, kami memastikan bahwa seluruh data nasabah BSI tetap aman dan terlindungi,” kata Wisnu.
BSI juga mengimbau para nasabah untuk selalu berhati-hati dalam menjaga data pribadi mereka, termasuk tidak membagikan PIN, OTP, atau kata sandi kepada siapapun, termasuk pihak yang mengatasnamakan BSI.
Ancaman Bjorka kembali menyorot potensi serangan ransomware terhadap institusi keuangan. Berdasarkan laporan perusahaan keamanan siber Trellix, ransomware merupakan jenis malware yang mengenkripsi data korban dan meminta uang tebusan untuk mengembalikannya. Serangan ini biasanya dilakukan melalui email berisi kode berbahaya yang dapat menginfeksi sistem perbankan.






