SuaraNet – Perusahaan fintech (Financial Technology) yang bergerak di sektor pengadaan pinjaman online (pinjol) seringkali menjadi pilihan gaya hidup bagi generasi muda, terutama generasi milenial dan generasi Z.
Teknologi finansial atau teknologi keuangan adalah hasil gabungan antara teknologi dan sistem keuangan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Didukung oleh teknologi tinggi dan penggunaan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI), kemudahan akses dan persetujuan pinjaman yang cepat membuat generasi muda tertarik untuk menggunakan fitur pinjaman langsung dan “pay later” di aplikasi e-commerce guna mendukung gaya hidup modern mereka.
Tentu, mereka seringkali tidak mempertimbangkan kompatibilitas utang yang mereka akumulasikan dan risiko-risiko yang mungkin timbul terhadap masa depan kebebasan finansial mereka.
Kehadiran fintech pinjol memang telah menggoyahkan beberapa prinsip hati-hati dalam sektor perbankan konvensional selama ini.
Dengan anggapan bahwa pinjol dapat meningkatkan literasi keuangan dan tingkat inklusi finansial masyarakat, pemerintah melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberikan ruang yang cukup besar bagi perkembangan fintech ini.
Namun, dampaknya adalah banyak masyarakat yang sebelumnya dianggap tidak dapat diandalkan dalam hal kredit justru terjerat secara besar-besaran.
Dengan bantuan teknologi AI, yang sering kali bergantung pada rekam jejak pembayaran yang konsisten atau ancaman penyebaran informasi peminjam kepada semua kontak di ponselnya, perusahaan fintech pinjol mampu menjaga tingkat kredit macet tetap rendah.
Tetapi, ada risiko lanjutan yang masih perlu diperhatikan oleh pengguna, terutama berkaitan dengan ketidakpastian ekonomi yang terus meningkat di kalangan generasi muda.
Sebagaimana yang sering kali diungkapkan dalam berbagai penelitian tentang generasi milenial dan generasi Z, ketidakpastian ekonomi tetap menjadi isu utama yang belum teratasi hingga saat ini.
Generasi muda dengan mudah menggunakan potensi pendapatan masa depan mereka sebagai jaminan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi sehari-hari, termasuk produk-produk seperti ponsel mewah, pakaian, sepatu, gadget, perangkat elektronik, dan bahkan kegiatan rekreasi. Perusahaan fintech dapat memenuhi semua kebutuhan ini dengan fitur “pay later” maupun pinjaman yang cair dalam hitungan menit.
Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tentang teknologi finansial (FINTECH) menunjukkan bahwa 60% dari pinjaman yang disalurkan ditujukan kepada generasi Y dan Z berusia 19-34 tahun.
Laporan OJK menyebutkan bahwa anak muda mendominasi peminjaman online pada tahun 2023. Jumlah rekening aktif di kalangan generasi usia 19-34 tahun mencapai 10.91 juta, dengan nilai pinjaman mencapai Rp26.87 triliun pada Juni 2023. Ini adalah angka yang mengkhawatirkan, bukan?
Kabar buruknya adalah jumlah peminjam pinjol muda ini terus meningkat, naik 2,6 persen dari bulan sebelumnya (6,32 juta penerima). Bahkan, jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, angka tersebut naik sebanyak 25,9 persen (8,67 juta penerima).
Di posisi kedua dalam jumlah peminjam adalah mereka yang berusia 35-54 tahun, dengan 6,49 juta peminjam dan nilai pinjaman mencapai Rp17,98 triliun pada Juni 2023. Angka ini naik 2,7 persen secara bulanan dan 43,5 persen secara tahunan.
Di urutan ketiga, ada peminjam online yang berusia di atas 54 tahun, sebanyak 686.354 orang, dengan dana pinjaman sebesar Rp2 triliun. Meskipun angka ini naik 3,2 persen secara bulanan, kabar baiknya adalah angka ini turun drastis hingga 54,3 persen secara tahunan.
Untuk peminjam online yang usianya di bawah 19 tahun, ada 72.142 orang dengan total dana pinjaman Rp168,87 miliar pada Juni 2023. Sayangnya, angka ini juga naik 12,5 persen secara bulanan, tetapi turun drastis hingga 86,5 persen secara tahunan.
Dalam konteks perusahaan fintech yang bergerak di sektor pinjaman online, generasi milenial dan Z cenderung menggunakan layanan ini sebagai sarana mendukung gaya hidup modern mereka. Teknologi finansial yang didukung oleh kecerdasan buatan (AI) telah memfasilitasi akses cepat ke pinjaman, tetapi juga menghadirkan risiko ketidakpastian ekonomi di masa depan.
Untuk menghadapinya, penting bagi generasi muda untuk meningkatkan literasi keuangan, mempertimbangkan dengan hati-hati penggunaan fitur pinjaman, dan merencanakan masa depan finansial mereka dengan bijak.