“Praktik budaya patriarki masih kuat di tatanan masyarakat, dan tentu saja membelenggu kebebasan perempuan dalam menjalankan hak-haknya yang dimiliki”
Demikian petikan dari perkataan Hana Hanisah, aktivis kebudayaan kelahiran Pamekasan saat merencanakan kegiatan Koloman Budaya Sivitas Kotheka ke 70 yang akan mengangkat tentang persoalan perempuan dalam tatanan sosial, setelah sebelumnya sukses menggelar “Resital Ramadan”, penampilan puisi dan musik religi sebagai kegiatan koloman budaya ke 69, Sabtu (25/3).
Anisa, begitu ia akrab disapa,
merupakan koordinator penggerak kegiatan rutin bulanan Koloman Budaya Sivitas Kotheka, sebuah komunitas di Kabupaten Pamekasan yang aktif menggelar kegiatan kepemudaan, pertujukan seni, lokakarya, talk show, diskusi publik, kuliah umum dan lainnya.
Melalui Program Koloman Budaya, perempuan kelahiran 16 Mei 1999 itu kerapkali mendorong kaum perempuan untuk mematahkan streotip yang mengakibatkan gerak perempuan terbatas dan mengganggu hak-hak perempuan dalam meningkatkan kapasitas dirinya. Ia berpendapat, hingga detik ini sistem sosial yang memposisikan laki-laki sebagai pemegang kekuasaan utama dalam berbagai urusan masih sering terjadi dan sangat merugikan kaum perempuan.
“Perempuan yang aktif dan memiliki peran sentral dalam masyarakat masih sangat jarang sekali, tentu saja karena ruang gerak yang terbatas, apalagi setelah berkeluarga,“ tutur Anisa, Kamis (6/4/23).
Perempuan yang juga aktif di komunitas Compok literasi itu menerangkan bahwa dirinya masih banyak menemukan perempuan yang terpaksa kehilangan haknya untuk mendapatkan kesempatan mengenyam pendidikan setinggi-tingginya. Padahal, sejatinya pendidikan itu merupakan hak bagi semua orang dan tidak memandang jenis kelamin.
“Masih banyak orang yang menilai kalau perempuan tidak perlu bersekolah tinggi-tinggi,” ungkapnya.
Ia menyayangkan, jika kedudukan kaum perempuan masih dibatasi dari berbagai kemungkinan untuk maju dan berkembang. Budaya yang memposisikan status dan peran seorang perempuan tidak setara dengan laki-laki sudah semestinya dihilangkan.
“Jangan mau dirampas haknya untuk melakukan sesuatu yang menjadi pilihan kita. Apalagi untuk meluaskan pemikiran serta kemampuan kita (kaum perempuan),” pungkasnya.