Jember, SuaraNet – Sebuah video menampilkan sejumlah pria dan satu perempuan berkumpul di salah satu sudut ruangan. Satu pria dari mereka memakai baju silver bermotif brush warna putih tak beraturan. Dia tersenyum singkat. Di belakangnya, satu pria berbaju batik dan bermasker.
Di sampingnya, dua pria berbaju batik tampak menunjukkan gestur atau pose jari metal. Perempuan berkerudung orange dan baju batik itu juga menunjukkan gesture atau pose jari metal. Sebuah foto hasil screenshot menunjukkan seorang pria berbaju batik lengan pendek sedang duduk di kursi. Tangannya menunjukkan gestur atau pose metal.
Itulah beberapa data yang dihimpun Suaranet tentang dugaan pelanggaran netralitas penyelenggara Pemilu 2024 di Kabupaten Jember. Berdasarkan informasi dihimpun Suarenet, video dan foto hasil tangkapan layar tersebut, diambil saat rapat koordinasi dan training of trainer (ToT) yang diadakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Jember di sebuah hotel di Jember, Jumat (26/1/2024). Mereka diduga sejumlah penyelenggara Pemilu 2024 di Jember. Dalam dokumentasi itu juga, terlihat jelas beberapa orang menunjukkan gestur atau berpose satu jari, dua jari, dan ada yang berpose jari metal.
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Jember Muhammad Syai’in mengatakan, setelah mendengar ada isu itu dan melihat videonya, pihaknya melakukan identifikasi terlebih dahulu. Bermodal video tersebut KPU melakukan penelusuran lebih jauh.
Setelah berhasil mengidentifikasi identitasnya, KPU melakukan pemanggilan terhadap mereka yang ada di dalam video itu untuk dilakukan klarifikasi.
“Berdasarkan penelusuran dan klarifikasi Divisi SDM, mereka yang pose jari itu memang benar adalah badan ad hoc kami, yakni enam orang PPS di satu wilayah, Kecamatan Puger. Video itu diambil di hari TOT, sebelum acara dimulai,” katanya, Senin, 18 Maret 2024.
Syai’in mengaku belum mengetahui siapa yang mengambil video itu. Tetapi berdasarkan konfirmasi Divisi Sosialisasi Pendidikan Pemilih, Partisipasi Masyarakat dan Sumber Daya Manusia KPU Jember, 6 orang yang dimaksud itu, salah satunya pengambil video itu.
Berdasarkan data yang dihimpun Suaranet, keenam PPS yang terlibat dalam video tersebut antara lain; Niken Fimanda (Anggota PPS Desa Mojosari Kecamatan Puger). Achmad Syaiful Bahri (Ketua PPS Desa Mojosari Kecamatan Puger). Yoyok Joko Stiyobudi (Ketua PPS Desa Mlokorejo, Kecamatan Puger). Afuwur Rokhman (Anggota PPS Desa Puger Wetan, Kecamatan Puger). Mustakim Fatolik (Anggota PPS Desa Mojomulyo. Kecamatan Puger). Husen (Anggota PPS Kasiyan Timur, Kecamatan Puger).
Niken Fimanda, membenarkan bahwa perempuan yang ada dalam video itu adalah dirinya dan sebagai Anggota PPS Desa Mojosari, Kecamatan Puger.
“Saya sudah menghadiri surat panggilan klarifikasi dari KPU Kabupaten dan Bawaslu Kabupaten terkait video pada saat ToT,” kata Niken saat dikonfirmasi Suaranet melalui aplikasi percakapan, Jumat, 22 Maret 2024.
Saat dimintai keterangan lebih lanjut, Niken tidak memberikan respon beberapa pertanyaan yang Suaranet ajukan.
Achmad Syaiful Bahri, yang menurut KPU terlibat dalam video itu membenarkan dirinya yang ada dalam video itu. “Saya sudah klarifikasi dengan KPU dan Bawaslu,” katanya, saat dikonfirmasi Suaranet melalui aplikasi percakapan.
Dia membenarkan dirinya sebagai Ketua PPS Desa Mojosari Kecamatan Puger. Dia tidak merespon beberapa pertanyaan Suarante selanjutnya.
Sementara Yoyok Joko Stiyobudi, yang juga kata KPU terlibat dalam video itu, juga membenarkan perihal dirinya yang ada dalam video itu. Dia merupakan Ketua PPS Desa Mlokorejo, Kecamatan Puger.
Jumat, 22 Maret 2024, Suaranet tunjukkan surat peringatan dari KPU kepada Yoyok. Dia merespon,“Saya sudah menerima surat peringatan tersebut tertanggal 31 Januari 2024,”
Afuwur Rokhman, Anggota PPS Desa Puger Wetan, Kecamatan Puger yang menurut KPU juga terlibat dalam video tidak merespon upaya konfirmasi Suaranet melalui aplikasi percakapan pada Jumat, 22 Maret 2024.
Sabtu, 23 Maret 2024, Suaranet konfirmasi kepada Mustakim Fatolik, Anggota PPS Desa Mojomulyo, Puger. Namun dia hanya merespon salam dan soal kebenaran identitasnya saja. “Waalaikumsalam. Ya, benar,” katanya singkat.
Suaranet sudah menunjukkan surat peringatan yang dai KPU. Setelah dimintai keterangan soal kebenaran apakah dari yang ada dalam video itu, dia tidak merespon.
Husen Anggota PPS Kasiyan Timur, Kecamatan Puger, yang namanya juga disebut dalam surat peringatan itu membenarkan bahwa ia yang ada dalam video dan namanya ada dalam surat itu.
“Ya, benar. Saya PPS di Kasiyan Timur,” kata Husen kepada Suaranet, Sabtu 23 Maret 2024.
Dia mengaku, tidak pernah jadi petugas atau penyelenggara Pemilu sebelumnya. Soal gestur jari, dia bilang, spontanitas dan tidak ada motivasi untuk dukungan ke paslon tertentu.
Setelah video itu viral, katanya, dia biasa saja dan tidak alami intervensi atau tekanan apapun dari pihak manapun. Dia hanya menerima panggilan dan permintaan keterangan untuk klarifikasi dan teguran dari KPU, sebagaimana tertuang dalam surat peringatan.
“Video itu menyebar karena ada yang mengupload di status WA,” terang Husen.
Waktu itu, katanya, dia belum mengetahui soal aturan yang mengikat, khususnya soal gestur. Dia menambahkan, setelah video itu viral, dia dapat panggilan untuk klarifikasi dari KPU dan Bawaslu Jember.
KPU, jelas Husen, memberikan teguran kepada dia dan beberapa PPS yang terlibat dalam video itu, agar menjaga integritas sebagai penyelenggara Pemilu. Dia mengaku, dia tetap menjalankan tugasnya sebagai PPS pada 14 Februari 2024 lalu.
Hasil klarifikasi, ungkap Syai’in, video itu dibuat tujuan ngepap untuk dikirim ke teman-temannya yang lain sebagai informasi bahwa mereka sudah tiba di dalam ruang acara.
“Waktu klarifikasi, mereka sampaikan bahwa video itu untuk tujuan iseng-iseng saja untuk dikirim ke temannya atau PAP ke yang lain agar segera merapat. Swafoto dan video biasa. Tidak ada niatan untuk dukungan ke paslon tertentu. Dan setelah kami cek, pose jarinya ada semua. Satu, dua, dan tiga.”
KPU Jember, katanya, mengetahui video itu dari beberapa postingan di Medsos dan kiriman kepada para komisioner KPU dari beberapa pihak yang meminta klarifikasi.
Dia bilang, ada mekanisme tersendiri di internal KPU soal bagaimana penanganan terhadap dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh badan Ad hoc KPU. Termasuk kasus pose jari tersebut. Apakah dikategorikan sebagai pelanggaran atau tidak. Setelah klarifikasi dengan terduga, KPU melakukan rapat pleno.
Dia menjelaskan, kasus pose jari tersebut, hasil klarifikasinya ditemukan tidak ada unsur pelanggaran atau dukungan untuk paslon tertentu. Karena tujuannya guyon dan menyemangati teman-temannya yang lain agar segera masuk ke ruangan acara.
“Kami sudah melakukan peringatan kepada mereka. Agar bersikap netral sebagai penyelenggara pemilu. Kami sendiri berupaya untuk memberikan arahan terbaik untuk menjadi penyelenggara pemilu yang benar-benar patuh aturan.”
Dia mengungkapkan, peringatannya dalam bentuk tertulis. Berdasarkan data yang didapat Suaranet, surat peringatan (SP) yang dimaksud bernomor 74/HK.06.4-SD/3509/2024 dan tertanggal 31 Januari 2024. Surat tersebut berisikan 6 nama lengkap dengan posisi dan tempat bertugasnya.
“Berdasarkan hasil klarifikasi dan rapat pleno Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Jember tanggal 29 Januari 2024, maka dengan ini Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Jember memperingatkan kepada saudara sebagaimana nama-nama tersebut di pokok surat untuk senantiasa menjaga integritas sebagai penyelenggara Pemilu dengan selalu menjaga sikap dan perilaku sebagai penjabaran kode etik penyelenggara Pemilu. Demikian untuk mendapatkan perhatian Saudara.” Begitu bunyi surat peringatan tersebut.
Dia bilang, dala ToT tersebut KPU mensosialisasikan tentang teknik kepemiluan, kode etik, beberapa cara gunakan logistik pemilu. “Jadi kode etik itu, masuk dalam bahasan itu. Jadi baru akan disampaikan di TOT,”
PPS terduga pelaku pose jari dalam video itu, kata Syai’in, mengaku reflek saja pakai pose seperti itu dan tidak ada niatan dukungan ke paslon tertentu.
Menurutnya, pose jari satu, dua, tiga, dan empat atau lebih, sebelum dijadikan identitas untuk paslon kontestan pemilu 2024 pun, pose semacam itu sudah ada. Pose swafoto semacam itu, katanya, biasa dilakukan anak-anak muda buat gaya saja.

“Ya, tapi karena saat itu momentum sedang Pemilu, jadi gestur jari seperti itu, oleh yang melihat, itu sensitif. Sehingga, orang bisa saja menilai atau mengartikan itu sebagai identitas paslon,”
Soal laporan dari dari pihak-pihak tertentu, Syai’in mengaku sigap menanggapinya sesuai prosedur yang ada. Termasuk oleh M Sholeh Wakil Ketua Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Bidang Pengawasan Pemilu, Kabupaten Jember, laporan tentang kasus pose jari oleh PPS saat mengikuti Training of Trainer (ToT) di Hotel Cempaka pada 22 Januari 2024.
Menurutnya, apapun aduan masyarakat, sebuah aspirasi. Sebagai tindak lanjutnya, KPU lakukan koordinasi dan klarifikasi ke pihak yang ada di video itu. Dia menjelaskan, selain memang itu diniatkan oleh KPU untuk memanggil terduga. Sekaligus sebagai bentuk tanggapan atas laporan tersebut.
Dia menuturkan, ada juga yang laporkan kasus itu ke Bawaslu RI. Oleh Bawaslu RI, dilimpahkan ke Bawaslu Jember. Karena kasus ini ada di wilayah Bawaslu Jember, untuk melakukan pemeriksaan.
“Kasus pose jari itu, sebenarnya sampai dapat surat rekomendasi dari Bawaslu. RI melalui Bawaslu Jember. Surat itu diterima beberapa hari lalu terkait dengan kasus itu. Dari surat rekomendasi itu, dinyatakan bahwa ada pelanggaran etik. Suratnya tertanggal 28 Februari. Cuma kami menerimanya beberapa hari lalu,”
Dia mengungkapkan, 6 PPS itu tidak diberhentikan dan tetap bertugas. Sebab kamis udah kasih sanksi etik. Sebab tindakan mereka tidak ada unsur pelanggaran fatal.
Syai’in menegaskan, pemberian sanksi dengan hanya surat peringatan tersebut, berdasarkan hasil klarifikasi. Bahwa mereka hanya guyon saja. Tidak unsur dukungan politik ke pihak manapun. Dan mereka berjanji akan mematuhi dan lebih hati-hati dalam bertindaknya.
“Namun, saat itu, kami tegaskan, jika mengulangi lagi, maka akan dilanjutkan ke sanksi lanjutan. Jika harus diberhentikan, ya pasti akan diberhentikan,”
Setelah hasil rapat pleno, katanya, untuk jaga situasi penyelenggaraan pemilu, KPU hanya memperingatkan mereka agar tidak mengulangi. Apalagi, tegasnya, mereka sudah mengaku tidak ada unsur politiknya.
Tapi sebagai penyelenggara, kata Syai’in, KPU tetap mewanti-wanti badan ad hoc di bawah koordinasinya bahwa pada akhirnya, pose seperti itu kelihatannya ke publik akan memunculkan stigma bahwa itu bentuk dukungan.
“Artinya, kami menegaskan kepada mereka, agar sebagai penyelenggara pemilu tidak asal melakukan tindakan yang kemudian mengarah ke simbol yang ada kaitannya dengan unsur politis,”
Soal perolehan suara Paslon Capres-cawapres 1, 2 dan 3 di tempat PPS yang tadi terlibat dalam video itu, dia mengaku tidak memantau khusus. Tetapi, penyelenggaraan dan rekapitulasi berjalan sesuai mekanisme dan aman.
Dia berharap, siapapun dan dimanapun nanti jadi petugas penyelenggara Pemilu, khususnya badan ad hoc KPU di jember, agar jaga netralitas dan independensi sebagai penyelenggara. Karena dia hal itu merupakan marwah penyelenggara pemilu yang nantinya. Karena ini bisa dijadikan sebagai tolak ukur bahwa penyelenggara pemilu jalankan tugasnya sesuai ketentuan yang berlaku.
“Kepada teman-teman PPS yang ada dalam video itu, jadikan peristiwa kemarin sebagai pelajaran. Ke depan. Jika jadi petugas lagi, hendaknya lebih hati-hati dalam melakukan tindakan yang berhubungan dengan Pemilu da tidak mengulangi kembali yang seperti kemarin.”
Devi Aulia Rahim, Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran dan Datin Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kabupaten Jember mengatakan, pihaknya melakukan tindak lanjut setelah beberapa waktu menerima informasi tentang video PPS yang lakukan pose jari tersebut.
“Kami mendapatkan informasi terkait itu, kami menindak lanjuti dengan melakukan penelusuran. Dari hasil penelusuran, benar adanya bawah itu PPS di beberapa desa di Puger.” jelasnya Kamis (22/3/2024).

Dia mengatakan, Bawaslu sepakat video itu sebagai temuan kasus . Artinya, karena itu temuan. Maka ada penanganan yang harus dilakukan. Dia menilai, temuan itu, adalah dugaan pelanggaran etik penyelenggara.
Dari pelanggaran etik itu, Bawaslu lakukan penanganan pelanggaran. “Seperti biasanya, 7+7 hari dan hasilnya, kami menyerahkan rekomendasi ke KPU. Dan itu sudah ditanggapi oleh KPU. Bahwa itu ditindaklanjuti oleh KPU,”
Artinya, KPU sendiri punya mekanisme, tersendiri soal sikap yang perlu dilakukan. Namun sebelum rekomendasi dari kami, pihak KPU sebenarnya sudah melakukan langkah penanganan sesuai mekanisme yang ada.
Rekomendasi yang dimaksud bernomor; 001/Rekom-KE/LP/PL/Kab/16.16/II/2024 tentang Rekomendasi pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu tertanggal Rabu, 28 Februari 2024.
Dia menegaskan, bahwa dalam rekomendasinya dinyatakan, dalam video itu, ada pelanggaran etik. Terkait KPU mau memberikan langkah seperti apa, itu wilayahnya KPU. “Jadi kami menyatakan dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu.”
Dia menjelaskan, surat rekomendasi itu, Bawaslu sampaikan setelah melakukan kajian video dan klarifikasi ke terduga. Namun, isi kajian itu adalah suatu informasi yang dikecualikan yang tidak semuanya bisa disampaikan ke publik.
“Kajian itu dilakukan setelah 7+7 hari dari temuan. Kami plenokan dan hasilnya kami rekomendasikan ke KPU. Soal mereka tetap jadi petugas saat pemilu, kemarin. Itu wilayah KPU,”
Menurutnya, untuk yang kasus ini dan kaitanya dengan sanksinya, ada di KPU. Dan sebenarnya, tugas mereka berakhir 9 Maret. Sementara rekomendasi dan pernyataan kai bahwa pose jari dan video itu adalah pelanggaran kode etik penyelenggara.
“Nah, saya dengar, KPU memberikan peringatan. Dan soal itu, tentu wilayah KPU. Dan ada bobotnya. Apakah pelanggaran itu masuk kategori pelanggaran ringan, sedang, berat. Itu KPU yang bisa menentukan. Kami serahkan itu semua ke KPU,”
Devi mengungkapkan, sebenarnya, kasus tersebut sampai dilaporkan ke Bawaslu RI. Nah, Bawaslu RI melimpahkan ke Bawaslu Jember.
Menurutnya, kasus itu terindikasi mengarah ke ranah pelanggaran pidana dan etik. Sementara, menurut kajian Bawaslu, pelanggaran itu lebih kuat di etiknya. Bukan pidana. Sebab kalau mau diketegotrikan ke pidana, unsur temuannya tidak kuat.
“Jadi hasil dari kroscek Bawaslu RI, diberitahukan ke kami juga, itu sama dengan hasil temuan yang kami lakukan. Sehingga, dari etiknya, sudah kami tindak lanjuti,”
Terkait etiknya ad hoc, katanya, kalau itu di bawah KPU, maka KPU yang mesti lakukan tindakan kepada terkait. Begitupun jika misal yang ad hoc itu di bahwa naungan Bawaslu, maka Bawaslu yang wajib melakukan tindakan kepada terkait.
“Kami pun sampaikan fakta-fakta yang ada, dari hasil klarifikasi dan pleno. Jadi dari Bawaslu langsung lakukan klarifikasi di Sekretariat Panwascam Puger. Cuma saya sendiri tidak ikut waktu io, yang ikut Pak Sanda, Ketua Bawaslu Jember,”
Ketua Bawaslu Jember Sanda Adhitya Pradana mengatakan bahwa pihaknya yang melakukan klarifikasi. “Ya, benar. Saya terlibat dalam proses klarifikasi di kantor Sekretariat Panwascam Puger. “ Kamis (22/3/2024)
Sebelum itu, katanya, Bawaslu lakukan penelusuran. Kemudian, ada yang laporan di Bawaslu RI lalu dilimpahkan ke Bawaslu Jember.
“Kami lakukan klarifikasi dan pleno. hasilnya dikirim ke KPU, karena punishment kepada mereka, itu ada di KPU,” jelasnya.
Dia bilang, Bawaslu hanya sebatas memberikan rekomendasi berdasarkan temuan Bawaslu, apakah mereka melanggar atau tidak.
Dia mengungkapkan, hasil klarifikasi ditemukan bahwa mereka (6 PPS) spontan lakukan itu. Alasannya, karena ketidaktahuan mereka, apa akibat dari tindakan mereka dalam video itu.
Dan hasil pembuktian Bawaslu dalam video itu, pose jarinya tidak hanya 1 gestur. tapi 1, 2, dan 3 ada semua.
“Salah satu dari mereka mengaku, video itu dibuat untuk hanya guyonan dan untuk memberitahu bahwa mereka sudah ada/ tiba di lokasi acara ToT yang dilakukan KPU. Pengakuan mereka, tidak sengaja lakukan itu dan tidak ada niatan untuk dukungan Paslon.”

Sanda bilang, meskipun pengakuan mereka tidak ada unsur politik dan hanya guyonan, akibatnya, ternyata pose tangan itu kan yang jadi masalah. Dan bahkan dilaporkan oleh salah satu tim pemenangan nasional ke Bawaslu RI. Kemudian, Bawaslu RI serahkan berkas laporan itu ke Bawaslu Jember untuk ditindaklanjuti.
“Hasil klarifikasi itu kami rekomendasikan ke KPU. Katanya, KPU memberikan sanksi etik kepada mereka,”
Klarifikasi Bawaslu dilakukan tanggal 26 Februari 2024 di sekretariat kecamatan. Dia mengaku, Bawaslu sengaja yang ke Puger, karena kasihan kalau mereka yang ke Jember Kota (Kantor Bawaslu), jaraknya sangat jauh.
Sebelum klarifikasi ke Puger, kepada mereka, Bawaslu memberitahukan via surat resmi untuk klarifikasi yang Puger. Dalam proses klarifikasi, itu hanya ada pihak Bawaslu, anggota Panwascam, dan 6 PPS yang terlibat dalam video itu.
“Saat klarifikasi, mereka tidak tahu bahwa gestur mereka dalam video itu akhirnya sampai hari ini akan terbawa ke etik,”
Dia menjelaskan, rekomendasi Bawaslu ke KPU menyatakan bahwa mereka melakukan pelanggaran etik penyelenggara. punishmentnya, Bawaslu serahkan ke KPU.
Soal mereka tetap jadi petugas lagi nantinya, ya, itu wilayah kebijakan KPU. “KPU yang dapat menilai dan memberikan sanksinya; apakah itu ringan, sedang, dan berat. Kami tidak bisa menentukan kategori sedangnya. Cuma kami menegaskan bahwa itu masuk pelanggaran etik.”
Sanda mengungkapkan, sebentar lagi Jember akan hadapi Pilkada. Kasus kemarin, itu harus jadi atensi bagi penyelenggara maupun pengawas pemilu. Dia menghimbau, jangan sampai itu terjadi lagi, termasuk pelanggaran yang lainnya.
“Kita tahu Pilkada akan dilakukan pada November mendatang. Dan dari kasus itu, teman-teman yang jadi petugas, maka harus hati-hati bersikap dan bertindak,”
Menurutnya, gestur jari itu nantinya akan menyimbolkan angka. Dan angka, itu biasanya untuk pemilu atau Pilkada dipakai oleh Paslon kontestan. Oleh karena itu, katanya, penyelenggara, harus lebih hati-hati melakukan gestur jari yang akan mengarah ke angka.
Ketua Pengawas Kecamatan Puger, Fahrur Rozi mengaku menerima koordinasi klarifikasi kepada 6 PPS tersebut dari Bawaslu Jember. Dia membenarkan klarifikasi dilakukan dilakukan di Sekretariat Panwascam Puger.
“Kalau terkait PPS itu, yang mengklarifikasi langsung itu Bawaslu Kabupaten,” katanya, Kamis, 21 Maret 2024.
Dia menambahkan, saat proses klarifikasi, pihaknya tidak sedang di lokasi. Dia mengaku sedang berada di Kantor Kecamatan Puger lakukan persiapan pergeseran kotak suara dari Kecamatan ke Kabupaten.
M Syaiful Bahri, Ketua PPK Kecamatan Puger menuturkan, terkait kasus gestur oleh 6 PPS tersebut sudah diklarifikasi langsung oleh KPU Jember. Sebelum ToT katanya, PPK Puger sebenarnya sudah menyampaikan kepada PPS di wilayahnya, termasuk kepada 6 PPS itu, perihal aturan sebagai penyelengara. Termasuk kode etiknya.
“Mereka sudah mendapat surat panggilan langsung dari KPU yang ditujukan kepada saya. Tertanggal 28 Januari. Mereka juga datang semua atas panggilan untuk klarifikasi dari KPU,” jelas Syaiful, Sabtu, 23 Maret 2024.
Bahkan, tambahnya, mereka juga sudah mendapat surat panggilan juga dari Bawaslu. PPK Puger, ujarnya, hanya memfasilitasi panggilan dari KPU kepada nama-nama (6 PPS) itu karena secara kelembagaan, PPK berada dibawah naungan KPU.
Dia mengaku tidak terlibat langsung dalam proses klarifikasi. Keenam PPS itu, ungkapnya, tetap jadi petugas pemilu sebagaimana mestinya saat pencoblosan 14 Februari 2024.
“Maaf, untuk surat panggilan itu, saya tidak punya salinannya. Sudah kena hapus. Memori HP penuh soalnya. Tapi untuk surat peringatan, seingat saya, tertanggal 31 Januari 2024.” Katanya ketika dimintai bukti salinan surat panggilan kepada 6 PPS tersebut.
Dia mengungkapkan, perolehan suara Capres-cawapres di Kecamatan Puger. Rinciannya: Paslon 01 (Anies-Imin) total 9.490 suara. Capres-cawapres Paslon 02 (Prabowo-Gibran) total 47.510 suara. Sementara untuk Capres-cawapres Paslon 03 (Ganjar-Mahfud) total 10.829 suara.
Dia mengungkapkan, setelah video itu viral, dia bersikap biasa saja dan tidak melakukan tindakan apapun secara kebijakan. Sebab soal tindakan untuk sikapi pelanggaran yang dilakukan PPS, tak terkecuali kasus gestur itu, adalah wewenang KPU.
“Waktu itu, PPK biasa aja. Karena untuk menindak, itu wewenang KPU. Kami hanya berpesan kepada semua PPS, baik sebelum dan setelah video itu viral, untuk bersifat netral dan profesional dan menjalankan tugas sesuai regulasi dan aturan yang ada,” jelasnya.
Penulis : Gafur Abdullah