Jakarta, SuaraNet – Nadiem Makarim, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud Ristek) layangkan terobosan baru usai hapus Ujian Nasional (UN) pada periode jabatannya.
Terobosan tersebut mengarahkan kepada mahasiswa S-1, S-2, dan S-3. Ia pun berencana menghapus skripsi bagi mahasiswa S-1/D4.
Mengenai aturan penghapusan tersebut, merupakan ketentuan oleh Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) No 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi.
Ia menyampaikan sebagai pengganti tugas akhir, mahasiswa bisa melakukan banyak cara. Bisa dalam bentuk membuat proyek dan sebagainya.
“Bisa bentuk prototipe dan proyek, dan bentuk lainnya. Tidak hanya skripsi atau disertasi. Bukan berarti tidak bisa tesis atau disertasi, tetapi keputusan ini ada di masing-masing perguruan tinggi,” sampainya, Selasa (28/08) pagi.
Namun, kebijakan itu disesuaikan bagi perguruan tinggi masing-masing.
Pendiri Gojek tersebut menuturkan, bahwa setiap ketua prodi punya kebebasan dalam menentukan standar capaian kelulusan mahasiswa mereka.
Maka dari itu, standar terkait capaian lulusan tersebut tidak dijabarkan secara terperinci lagi di Standar Nasional Pendidikan tinggi.
“Maka dengan ini perguruan tinggi dapat merumuskan kompetensi sikap dan keterampilan secara terintegrasi,” lanjutnya.
Dalam kesempatan yang sama, ia turut menyampaikan terkait Tak wajib tesis atau disertasi. Hal itu sama seperti mahasiswa S-1, mahasiswa dengan gelar lebih tinggi seperti S-2 dan S-3 tidak lagi wajib membuat tesis ataupun disertasi, seperti yang selama ini berlaku.
Tentu berbeda dari aturan sebelumnya, yaitu Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Nomor 50 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Nomor 44 Tahun 2015 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi.
Menurutnya, mahasiswa S-2 dan S-3 bisa membuat tugas akhir lain, selain tesis ataupun disertasi. Dengan kata lain, mahasiswa tetap wajib membuat tugas akhir, tetapi pada praktiknya tidak hanya berbentuk tesis ataupun disertasi semata sebagai pengganti kelulusan nya, ada banyak cara lain, meliputi membuat prototype, proyek, dan sebagainya.
Nadiem mengaku, gebrakannya cukup radikal karena mengubah sistem yang sudah berjalan puluhan tahun lamanya.
Ia berharap, aturan tersebut bisa membuat setiap jurusan ataupun prodi di perguruan tinggi lebih leluasa untuk menentukan syarat kompetensi lulusan.
“Jadi ini memang benar-benar transformasi yang cukup radikal dan cukup besar di mana kami memberi kepercayaan kembali ke pada setiap kepala prodi, dekan-dekan, dan kepala departemen untuk menentukan kompetensi kelulusan mahasiswanya,” pungkasnya.