SuaraNet-Belakangan ini ramai di media sosial mengenai fenomena flaxing. Flexing sendiri berarti memamerkan baik pakaian, tubuh, gaya hidup, mobil, rumah, atau segala hal yang dianggap penting bagi ego seseorang secara terbuka.
Perilaku flexing sering kali dilakukan sebagai upaya untuk memperlihatkan keberhasilan dan prestise seseorang dalam masyarakat, meskipun beberapa orang juga melakukannya sebagai cara untuk meningkatkan rasa percaya diri mereka. Selain itu, pamer ini dilakukan untuk mendapatkan pengakuan atau penghormatan.
Media sosial telah mengubah cara kita berinteraksi, berbagi, dan mengekspresikan diri. Fenomena flexing tidak terkecuali, dengan komunitas flexing tubuh yang menggunakan platform media sosial untuk berbagi video koreografi, pose, dan pencapaian mereka.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Artikel ini membahas bagaimana fenomena ini mencerminkan perubahan sosial yang lebih luas dan implikasi teori pembangunan manusia modern terhadapnya.
Fenomena Flexing di Media Sosial telah mendapatkan popularitas yang signifikan di media sosial seperti TikTok, Instagram, dan YouTube. Video-videonya menarik perhatian jutaan orang di seluruh dunia, yang menyaksikan ekspresi unik dari kekuatan dan fleksibilitas tubuh. Komunitas flexing di media sosial membentuk ikatan yang kuat, berbagi teknik, memberikan dukungan, dan mempromosikan pertumbuhan pribadi. Media sosial juga memungkinkan individu untuk mengunggah konten mereka sendiri, mengekspresikan identitas mereka dan mendapatkan pengakuan dari komunitas yang lebih luas.
Identitas dan Ekspresi Diri dalam Flexing di Media Sosial memberikan ruang yang lebih luas bagi individu untuk mengekspresikan identitas mereka melalui flexing tubuh. Mereka dapat membangun citra diri yang unik, mengeksplorasi identitas yang berbeda, dan mendapatkan pengakuan dari komunitas online. Identitas yang dibentuk melalui flexing di media sosial juga dapat mempengaruhi perasaan harga diri dan kesejahteraan individu.
Fenomena flexing di media sosial mencerminkan perubahan sosial yang lebih luas dalam masyarakat modern. Media sosial memfasilitasi konektivitas global dan menghilangkan batasan geografis, memungkinkan adanya kolaborasi dan pertukaran antara komunitas flexing di seluruh dunia. Hal ini juga mengubah cara kita memahami dan mengapresiasi tubuh, menekankan pentingnya kekuatan, fleksibilitas, dan ekspresi tubuh dalam membangun identitas dan masyarakat yang inklusif.
Namun, tak sedikit orang yang melakukan flexing untuk mendapatkan endorsement, bahkan untuk mencari pasangan hidup. Akan tetapi, sikap pamer yang berlebihan bisa juga menunjukkan sifat sombong, perhatian diri yang berlebihan, atau bahkan gangguan kepribadian. Mengutip dari wecare.id yang diakses pada 27 Juni 2023 ada beberapa alasan orang melakukan flaxing sebagai berikut;
Pertama, Meningkatkan rasa percaya diri, dengan memamerkan prestise dan keberhasilan, seseorang mungkin merasa lebih percaya diri dan bersemangat dalam menjalani kehidupan sehari-hari.
Kedua, Membutuhkan validasi dari orang lain, ketika kemamerkan kekayaan, kemampuan, status sosia, atau bahkan tubuh, seseorang berharap akan dilihat sebagai seseorang yang sukses dan dihormati oleh orang lain.
Ketiga, Menunjukkan status sosial, seseorang mungkin merasa penting untuk menunjukkan status sosial mereka, terutama jika mereka merasa bahwa status sosial mereka dianggap rendah oleh masyarakat.
Keempat, menarik perhatian, dengan memamerkan hal-hal yang menarik perhatian orang lain, seseorang dapat memperoleh perhatian yang diinginkan dari orang lain, khususnya di era media sosial dimana popularitas dan jumlah pengikut itu penting.
Kelima, mempertahankan citra diri, Bebbrapa orang mungkin merasa bahwa dengan memamerkan keberhasilan dan prestise mereka, mereka dapat mempertahankan citra diri yang kuat dan positif di hadapan orang lain.
Dunia modern telah banyak mempengaruhi perilaku dan tindakan dalam lingkungan masyarakat. Ditambah dengan adanya teknologi yang dapat membuat segala seseuatu lebih efektifkan dan efisien, sehingga kita dengan mudah dan cepat mendapat informasi dari luar.
Tak lepas dari apa yang akan kita bahas saat ini, dimana fenomena flaxing di sosial ini mulai membudaya pada masyarakat modern. Tak hanya memamerkan prestasi, harta, dan sebagainya akan tetapi, banyak saat ini masyarakat dengan flaxing tubuhnya sendiri pada platform pribadi mereka. Mungkin dulu tubuh merupakan hal yang sangat sensitif untuk dilihat orang lain. Berbeda di zaman ini dimana orang-orang berbondong untuk mencari papolaritas dan mengekspresikan diri mereka dengan menampilkan tubuh mereka dengan pakaian terbuka misalnya.
Oleh karena itu, disini penulis menggunakan pendekan Alex Inkeles degan teorinya pembangunan manusia modern. Untuk menghadapi dunia modern memang perlu adanya sifat keterbukaan terhadap budaya luar. Akan tetapi, dengan nilai dan norma yang dimiliki oleh setiap daerah tetap harus kita jaga. Sehingga, kita bisa dengan bijak menghadapi dan menanggapi adanya fenomena baru ini.
Flaxing di media sosial dari perspektif teori pembangunan manusia modern Alex Inkeles dapat dilakukan dengan mempertimbangkan dampak fenomena ini terhadap perkembangan individu dan masyarakat secara keseluruhan. Namun, perlu dicatat bahwa pada pengetahuan saya sampai bulan September 2021, tidak ada catatan atau referensi yang saya temukan yang secara khusus membahas tentang “flaxing” dalam teori Alex Inkeles. Oleh karena itu, saya akan memberikan analisis yang lebih umum tentang pengaruh media sosial dalam pembangunan manusia modern, dengan harapan dapat memberikan sudut pandang yang relevan.
Alex Inkeles adalah seorang sosiolog Amerika yang dikenal dengan karyanya dalam bidang modernisasi dan perkembangan sosial. Dia mempelajari bagaimana perubahan sosial dan modernisasi mempengaruhi individu dalam masyarakat. Dalam konteks media sosial, fenomena “flaxing” merujuk pada tindakan menyebarkan informasi palsu atau manipulatif secara luas dengan tujuan memengaruhi pandangan publik atau merusak reputasi seseorang atau kelompok.
Dalam teori pembangunan manusia modern Alex Inkeles, aspek komunikasi dan informasi memainkan peran penting dalam pembentukan identitas dan nilai-nilai individu. Media sosial dapat mempengaruhi individu dalam beberapa cara yang relevan dengan teori Inkeles. Di bawah ini adalah beberapa poin analisis tentang flaxing dalam konteks media sosial: Kebebasan Informasi dan Pembentukan Opini: Media sosial memberikan akses yang luas terhadap informasi, yang dapat memungkinkan individu untuk membentuk opini mereka sendiri. Namun, flaxing dapat mempengaruhi proses ini dengan menyebarkan informasi palsu atau manipulatif yang mempengaruhi persepsi dan pemahaman individu terhadap realitas. Ini dapat menyebabkan distorsi dalam pembentukan opini dan nilai-nilai individu.
Kepercayaan dalam Komunikasi: Teori Inkeles menekankan pentingnya kepercayaan dalam pembangunan manusia modern. Ketika flaxing terjadi di media sosial, kepercayaan dalam informasi dan komunikasi dapat terkikis. Individu mungkin menjadi skeptis terhadap informasi yang mereka temui secara online, yang pada gilirannya dapat mengganggu proses pembentukan kepercayaan dalam masyarakat.
Pengaruh Sosial: Dalam teori Inkeles, pengaruh sosial merupakan faktor penting dalam pembangunan manusia. Media sosial memberikan platform bagi individu untuk berinteraksi dan berbagi pengalaman. Namun, flaxing dapat menyebabkan konflik sosial dan kebingungan, yang dapat merusak kerja sama dan mempengaruhi kepercayaan antarindividu.
Identitas dan Pencitraan Diri: Inkeles menekankan peran identitas dalam pembangunan manusia modern. Media sosial memainkan peran penting dalam membentuk identitas individu melalui ekspresi diri online. Namun, flaxing dapat merusak reputasi dan mempengaruhi cara individu
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Inkels dan Smith, menemukan bahwa memang pendidikan merupakan faktor penting dalam mempengaruhi seseorang untuk menjadi manusia modern. Dikatakan bahwa pendidikan lebih efektif dalam mengubah manusia itu sendiri, karena dampaknya tiga kali lipat lebih kuat dibandingkan dengan usaha lainnya.
Tidak hanya pendidikan, pengalaman kerja dan pengenalan terhadap media massa juga ditenggarai dapat mempercepat terjadinya manusia modern. Sependapat dengan Inkeles dan Smith, Daniel Lerner yang menekankan pentingnya media massa sebagai lemabaga yang mendorong proses modernisasi tersebut.
Kemudian, Inkeles dan Smith lebih menekankan faktor pengalam kerja, terutama seseorang yang bekerja di pubrik sebagai faktor yang berperan besar dalam mengubah manusia tradisional menjadi manusia modern.
Menurut mereka berdua, jika seseorang ditepatkan pada lingkungan pekerjaan pubrik, manusia tradisional akan dengan cepat menyesuaikan dirinya dengan lingkungan tersebut. Misalnya dalam lingkungan manusia modern yang tepat waktu saat bekerja, mempunyai perencanaan, dan berorientasi pada hasil yang ingin capai, maka dengan sendirinya manusia tradisional akan mengikuti juga.
Dari hasil itu, manusia tradisional akan menerapkan nilai-nilai baru yang didapatkan dari manusia modern saat bekerja di pubrik atau di perusahaan yang mereka tempati, tanpa adanya kebingungan atau minder.
Dampak Flaxing di Media sosial
Walaupun tujuan flexing bisa sebagai strategi marketing agar bisa meraih untung besar, jika tindakan show off ini dilakukan dengan tujuan memamerkan kekayaan, tentunya hal ini juga bisa memberikan dampak negatif, di antaranya: Meningkatkan stres: Mempertahankan citra positif dan memamerkan kesuksesan atau kekayaan dapat menimbulkan tekanan dan stres yang berlebihan, terutama jika seseorang merasa perlu terus mempertahankan citra yang telah dibangun.
Menurunkan harga diri: Jika seseorang merasa bahwa mereka harus memamerkan keberhasilan atau prestise mereka untuk mendapatkan pengakuan dan penghormatan dari orang lain, hal itu dapat menyebabkan harga diri yang rendah jika mereka merasa tidak mampu untuk mencapai standar yang telah ditetapkan.
Menimbulkan kecemasan sosial: Seseorang yang terus-menerus memamerkan kesuksesan atau kekayaan mereka mungkin merasa perlu untuk terus mempertahankan citra positif mereka di hadapan orang lain. Hal itu dapat menyebabkan kecemasan sosial yang berlebihan.
Meningkatkan ketidakpuasan diri: Melihat orang lain yang terus-menerus memamerkan kesuksesan atau kekayaan mereka dapat menyebabkan seseorang merasa tidak puas dengan hidup mereka sendiri, bahkan jika mereka sebenarnya sudah berhasil dalam kehidupan mereka sendiri.
Menimbulkan rasa diri tidak berguna: Jika seseorang merasa bahwa mereka tidak bisa mencapai standar keberhasilan yang ditetapkan oleh orang lain, hal itu dapat menyebabkan rasa tidak berguna dan merasa inferior.
Secara keseluruhan, flexing dapat berdampak negatif pada kesehatan mental seseorang, dan penting bagi seseorang untuk menemukan keseimbangan antara membanggakan diri sendiri dan menjaga kesehatan mental mereka. Oleh karena itu, Fenomena flexing di media sosial mencerminkan dinamika identitas, ekspresi diri, dan perubahan sosial dalam teori pembangunan manusia modern. Media sosial telah memberikan platform yang kuat bagi individu untuk mengekspresikan diri dan membentuk identitas mereka melalui gerakan dan estetika tubuh. Namun, perubahan sosial ini juga memunculkan pertanyaan mengenai dampaknya terhadap kesehatan mental, komersialisasi, dan tekanan sosial. Dalam rangka memahami dan menghadapi fenomena ini, kajian lebih lanjut diperlukan untuk menggali implikasi dan potensi pembangunan manusia yang positif dalam konteks yang sedang berkembang ini